Kamis, 21 Oktober 2010

Biblika Kontemporer


TEOLOGI KONTEMPORER

BAGIAN PERTAMA  :  DASAR TEOLOGI KONTEMPORER
I.                   Teologi Skolastik sebagai permulaan teologi universitas
A.    Akar Universitas adalah Kekafiran.
Permulaan dari Universitas pada abad pertengahan merupakan pandangan beberapa orang cerdik pandai, yang walaupun mereka orang Kristen tetapi tetap mau mengajar atau belajar filsafat orang kafir, yang berapa puluh tahun sebelumnya telah digunakan oleh agama Islam di Spanyol. Alkitab hanya dilihat mempunyai wibawa dan menjadin sumber pengetahuan tentang keselamatan dan hidup yang baik dalam kehidupan Kristen, sedangkan Aristoteles dipandang sebagai sumber pengetahuan duniawi, pengetahuan ilmu alam, ilmu sosial dan lain-lain. Sejak itu, Alkitab tidak dianggap lagi berwenang dalam bidang ilmu pengetahuan, melainkan menggantinya dengan filsafat Aristoteles menjadi ratu ilmu pengetahuan.

B.     Filsafat dalah pikiran manusia, dan manusia penuh kekhilafan.
Gambaran dunia Aristoteles bukan bersifat gambaran dunia kuno secara umum. Sewaktu gambaran dunia tersebut dikemukakan oleh aristoteles, hal itu merupakan sesuatu yang baru, yang berlawanan dengan gambaran dunia dari filsafat Pythagoras yang berlaku sebelumnya.

C.    Filsafat mulai menguasai Teologi.  
Pada abad pertengahan Alkitab masih dinilai berwibawa, tetapi teolog yang mau menggunakan filsafat yang sebenarnya kafir itu, berusaha untuk membuktikan bahwa tidak ada pertentangan antara firman Tuhan dengan filsafat Aristoteles. Tidak lama kemudian ternyata filsafat mulai memerintah, sedangkan teologi tidak lagi berkuasa.


D.    Apa yang dicari Filsafat ada di dalam Kristus.
Filsafat Kristen adalah satuistilah yang dibuat dari dua hal yang kontrsdiktif. Kalau ini sungguh-sungguh filsafat, berarti mencari kebijaksanaan, mencari hikmat, dan mencari kebenaran. Orang Kristen mengetahui bahwa semua yang dicari filsafat, seperti apa yang hendak diperoleh dari usaha manusia, telah ada di dalam Tuhan Yesus. Jadi orang Kristen seharusnya mencari hikat dan kebenaran melalui filsafat.

II.                Konsep Humanisme – Manusia sebagai ukuran segalanya.
Humanisme telah memutuskan untuk memandang manusia sebagai ukuran atau kaidah segala sesuatu. Artinya menarik mundur dari Allah, dan juga penolakan terhadap Allah yang Maha Kuasa. Pada permulaan Humanisme sebagian besar humanis masih beribadah dan saleh, walaupun bukan orang yang percaya sungguh-sungguh. Mereka berbicara tentang Allah dan memakai namaNya, tetapi apa yang mereka bicarakan tentang Allah tidak didasarkan atas firman Allah. Salah satu contoh yang humanis yang saleh tetapi yang sudah tidak percaya dengan sungguh-sungguh lagi adalah filsuf Italia Giovania Pico Della Mirandola dengan idenya tentang nilai manusia, yang dirumuskan dengan mengharuskan humanisme seluruhnya ditengah dunia, Allah meletakkan manusia, tanpa tempat yang tetap, tanpa pembentukan yang tetap, tanpa karya yang tersendiri seperti Dia membagikan kepada semua makhluk lain.
Dalam humanisme yang sangat positif, kepercayaan kristus diubah menjadi hanya sebuah agama peradaban dengan puncaknya rutinisme-kelakuan yang baik ilmu maupun budaya. Humanism menolak pengenalan dan pengakuan terhadap Allah sebagaimana Dia telah mewahyukan diriNya sendiri di dalam FirmanNya. Humanism memahami kepercayaan Kristen sebagai agama saja, kalau begitu tentu saja agama Kristen dapat dibandingkan dengan agama lain, sehingga kepercayaan Kristen yang hidup diubah dijadikan agama Kristen. Dapat dikatakan bahwa bagi Humanisme hanya ada satu kewajiban yang diharuskan untuk manusia, yaitu Kebenaran. Kebenaran dipandang sebagai satu saja di seluruh dunia, tetapi dengan pancaran-pancaran yang berbeda.

III.             Filsafat Pencerahan menjadi Dasar pikiran teologi historis kritis
A.    Francis Bacon, seorang  filsuf  Empirisme.
Dalam bukunya yang berjudul Novum Organum, dia menulis : segala kebenaran hanya diperoleh secara induktif, yaitu melalui pengalaman dan pikiran yang didasarkan atas empiris, dan melalui kesimpulan dari hal yang khusus kepada hal yang umum.
B.     Thomas Hobbes, seorang filsuf Materialisme.
Hobbes mengatakan tidak ada satu konsep pun yang sebelumnya tidak dimulai dari panca indera, baik seluruhnya atau pu sebagian. Karena seluruh alam semesta adalah kebendaan, dan apa yang bukan benda sesungguhnya tidak ada. Hobbes meragukan kepercayaan berarti hubungan secara real dan sungguh dengan Allah. Dialah pemula kritik mukzizat.mukjizat harus ditafsirkan, dan dimengerti seperti perumpamaan, hanya secara rohani dan tidak sebagai peristiwa. Hobbes yakin bahwa Alkitab tidak dapat memberitahukan wahyu apapun. Dia melihat Alkitab banyak hal yang tidak masuk akal, misalnya Kristus adalah Allah, Allah adalah tritunggal. Dia juga rajin meremehkan Alkitab. Dia yakin bahwa akal manusia adalah Firman Allah yang tidak dapat ditentang. Akal manusia diberi monopoli mencapai pengetahuan seluruhnya,s edangkan Alkitab hanya dilihat berguna untuk menjadikan manusia taat.

C.    Rene Descartes, seorang filsuf Rasionalisme.
Rene Descartes adalah seorang filsuf yang penting dalam teologi historis-kritis. Dia berkata, kalau saya ragu-ragu, saya berpikir dan kalau saya berpikir, pasti saya ada. Itu berarti bahwa manusia mendasarkan keberadaan atas pikirannya sendiri, satu usaha yang sia-sia, yang dapat dibandingkan dengan usaha seorang yang mencoba mengeluarkan diri sendiri dari rawa, di mana dia tersesat dan tenggelam, makin lama makin dalam, tetapi manusia yang tanpa takut akan Allah tidak mempunyai hikmat.

D.    Baruch De Spinoza, seorang filsuf Rasionalisme.
Spinoza juga menafsirkan kebenaran dengan cara memisahkan Alkitab dari kebenaran. Dia mendalilkan semua kebenaran dapat diketahui secara matematis. Spinoza berkata, Alkitab penuh dengan kontradiksi. Alkitab bukanlah firman Allah. Maksudnya, hanya sebagian dari isi Alkitab yang menjadi firman Allah.
-       Sebagian besar dari Alkitab khususnya Perjanjian lama, tidak diterima sebagai Firman Allah, melainkan hanya dilihat seperti soal-soal yang bersangkutpaut dengan sejarah umat Israel.
-       Hal itulah yang menjadi latar belakang, baik ajaran Karl Barth mengenai Firman Allah maupun hermeneutic Rudolf Bultmann dengan interpretasi secara eksistensial dan demitologisasi. Spinoza tidak mengakui bahwa Alkitab adalah penyataan allah. Menurut Spinoza, Alkitab hanya mengajar untuk menjadi taat, dan semua isinya menyesuaikan manusia dengan pengertian dan anggapan yang muncul di masyarakat. Spinoza adalah pemula kritik terhadap Alkitab secara sistematis, dan mendasarkan metode historis-kritis dalam bidang Perjanjian Lama : Dia mau membuktikan bahwa hukum taurat tidak ditulis oleh Musa ; dia mereka-reka, buku nabi-nabi dikumpulkan sekecil-kecilnya dari buku-buku lain, dan hanya merupakan kumpulan kutipan-kutipan yang kurang lengkap ; dia juga mengatakan bahwa nabi Daniel hanya menulis sebagian bukunya dari fasal 8 sampai akhir ; dia juga menaburkan beih keraguan yang bertumbuh sebagai masalah Sinoptik ; dia juga menyangkal kebangkitan Tuhan Yesus sebagai peristiwa dan kenyataan.

E.     David Hume, seorang filsuf Empirisme Skeptik.
Hume memilih sebuah prinsip sebagai dasar peminiran, yaitu pinsip verifikasi secara empiris. Artinya, tiap hal harus diperiksa benar atau tidaknya secara praktis. Hume juga berpikir, bahwa tidak ada satu ide dalam akal yang sebelumnya tidak ada dalam pancaindera. Akibatnya semua hal yang ajaib tidak diterima olehnya. Dia juga menetang adanya mujizat,tetapi titik tolak kritiknya berbeda. Argumen yang diambil dari filsafat Hume seringkali dipakai dalam teologi liberal abad XIX dan melatarbelakangi konsep demotologisasi yang justru ingin mengatasi argument itu. Karena para teolog historis-kritis mengikuti filsafat, mereka akhirnya memikirkan bahwa manusia modern tidak dapat mencapai adanya mujizat yang telah terjadi. Sebab itu para teolog historis-kritis berpikir, bahwa tidak mungkin mengatakan sesuatu tentang Allah secara langsung kepada manusia modern. Para teolog historis-kritis lebih percaya kepada filsafat daripada Alkitab, walaupun sebagian besar diantara mereka tidak menyadari hal ini.

F.     Immanuel Kant, seorang filsuf Agnostisisme.
Kant berusaha menyesuaikan empirisme dengan rasionalisme, dan berkata, Isi pengetahuan adalah dari pancaindera, tetapi berntuknya terjadi melalui kecerdasan. Menurut kant,s esuatu yang menampakkan siri bagi akal manusia dinamai fenomenon, yaitu dunia seperti yang kita alami dibedakan jauh dari dunia noumeni, yaitu dunia yang obyektif atau real. Dengan demikian, menurut Kant, kalu kita mengalami allah, itu tidak oleh diterima sebagai kepastian Allah ada. Maka Allah tidak dapat dialami dan diketahui secara obyektif dan real. Akibatnya teolog historis-kritis mengenai Allah seharusnya tidak dikatakan secara obyektif. Karena banyak teolog historis-kritis tidak pernah mengenal Allah yang hidup, atau terpaksa waktu merekas belajar teologi melupakan Dia dan membuang pengelaman yang telah dimiliki, maka mereka tidak mampu membimbing manusia kepada Tuhan Yesus Kristus. Sebagai akibatnya, timbullah pandangan dalam teologi historis-kritis, tidak penting bagi kepercayaan, apakah peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam Alkitab adalah sesuatu kenyataan historis atau tidak.

IV.             Konsep Idealisme – Ide Kemajuan.
Alkitab penuh dengan sejarah. Di dalam Alkitab diwahyukan dengan jelas bahwa semua peristiwa yang terjadi diatur oleh Allah. Namun, sejak humanism manusia tidak mau lagi mengingat Allah, pada abad pencerahan manusia hamper lupa berpikir tentang sejarah dan hanya berkonsentrasi atas konsep pikiran. Karena sejarah berarti perantaraan dialektis Allah dengan diriNya sendiri, maka apa yang terjadi sifatnya bersifat ilahi. Anggapan ini mendasari pikiran teologi historis-kritis, bahwa tiap angkatan manusia memerlukan satu teologi yang baru, dan dengan demikian Alkitab harus ditafsirkan baru bagi tiap angkatan manusia. Pikirab mengenai kemajuan dalam sejarah dirangkum Hegel dengan pikiran Lessing dan Herder, ide kemajuan tentang umat manusia, seperti perkembangan manusia pribadi, yaitu seorang bayi berkembang menjadi anak kecil, dan kemudian pemuda dan menjadi dewasa.
Ide kemajuan ini berpengaruh dalam abad XIX sampai abad ini. Kemudian mulailah zaman relaisme dengan filsafat baru.
1.      Ide kemajuan yang telah hilang dari kesadaran umum, masih berkuasa dalam bidang ilmu pengetahuan.
2.      Ide kemajuan adalah dasar pikiran teologi historis-kritis, khususnya di bidang Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dan juga dalam sejarah agama.
3.      Ide kemajuan berkembang juga dalam sosialisme-komunisme, yang melalui Karl Marx dipengaruhi oleh filsafat Hegel.
4.      Anggapan kemajuan umat manusia, yaitu gambaran perkembangan alamiah manusia dari masa bayi sampai dewasa, merupakan latar belakang demitologisasi.
5.      Ide dialektis Hegel juga masih ada dalam materialism dialektis.
Di dalam filsafat Hegel ada hubungan Allah dengan sejarah. Allah yang disebut dalam tulisan Hegel hanyalah allah filsafat.

V.                Soren Aaby Kierkegaard (1813-1855) – seorang ahli filsafat Eksistensialisme.
Kierkegaard mendefinisikan Allah demikian, Allah adalah yang lain sama sekali dan yang rupanya bertentangan. Artinya, dasar atau alasan kepercayaan tidak ada, yang ada hanya kepercayaan tanpa dasar. Dia juga percaya secara pribadi bahwa sebagian Alkitab bersifat historis. Namun ini hanya sebagai kebijaksanaan pribadi, bukan sebagai kenyataan yang obyektif. Ucapan Kierkegaard hanya berupa dalil meskipun ia terima oleh semua teolog historis-kritis dengan baik. Teologi historis-kritis tidak merugikan kepercayaan yang tulen, hanya kepercayaan yang tidak asli yang dapat digoncangkan. Akibatnya para teolog historis-kritis berpikir bahwa kepercayaan yang masih menyerahkan jalan kehidupan kepada Allah Bapa dan yakin bahwa Dia berbuat baik, seharusnya telah terlupakan, seperti satu anggapan yang tidak sesuai dengan kemajuan.

VI.             Filsafat Eksistensialisme Martin Heidegger (1889-1976).
Heidegger ternyata memperhatikan Kant, tetapi dia ingin mengatasi hasil pikiran Kant bahwa sesuatu seperti ia dalam dirinya sendiri dan berada tidak pernah dicapai. Heidegger juga berpikir secara ontology, berarti tidak hanya mencapai hal-hal yang ada dalam dunia melainkan sampai kepada berada. Namun ternyata berada tersebut bukan Allah, melainkan apa yang dipirkan dan diletakkan di tempat Allah sebagai gantiNya. Berada di sini tidak secara umum, tetapi secara khusus, namun bukan saja hanya secara pribadi atau secara pribadi, melainkan berada dalam dunia. Dunia itu bukan bumi, namun sebagai hidup dalam dunia dan berarti mempunyai pekerjaan, interaksi. Karena itu apa yang diperlukan oleh manusia adalah pengertian eksistensinya. Artinya adalah sekaligus mengerti dunia dan memungkinkan hidup dalam kesejatiannya.

VII.          Filsafat Marxisme.
Ajaran-ajarannya :
1.    Apa yang berbudi sunggguh-sungguh ada, dan apa yang sungguh-sungguh adalah berbudi. Tetapi bagi dia sungguh-sungguh itu adalah keadaan ekonomi.
2.    Sejarah dilihat sebagai sejarah masyarakat, dan sejarah semua masyarakat sebagai sejarah perjuangan kelas yang terjadi secara dialektis.
3.    Keberadaan yang tertinggi bagi manusia adalah manusia. Jadi Allah disanagkal oleh Marx.
4.    Melihat keadaan ekonomi masyarakat sebagai dasar, dan semua hal lain hanya sebagai akibat dari dasar ekonomi. Anggapan ini dinamai Materialisme Historis, artinya marxisme atau komunisme adalah ateisme secara mutlak. Tidak mungkin memisahkan ateisme dari marxisme. Marxisme adalah anak ateisme yang mempunyai darah ateisme dan dipelihara oleh ateisme.
5.    Materialisme historis adalah tanpa kekhilafan dan tidak pernah akan salah.
6.    Menurut pikiran komunisme, manusia secara pribadi tidak perlu bertanggung jawab dan tidak bersalah. Hanya masyarakatlah yang bersalah, dan keadaan masyarakat adalah dasar dan sebab dari semua kesalahan yang dibuat manusia.
7.    Marxisme adalah otoriter.
8.    Marxisme menganggap dirinya ilmiah walaupun sebenarnya tidak demikian.
9.    Karena dalam marxisme kesusilaan direlatifkan, dan hanya dilihat sebagain alat yang dipakai untuk menindas kelas yang kurang mampu, maka kesusilaan dilihat seperti suatu hal yang seharusnya ditiadakan.
10.    Yang paling berharga bagi manusia adalah kepribadiannya, yang harus tetap dipegang olehnya. Dengan demikian manusia dimungkinkan hidup secara manusiawi, yaitu dalam masyarakat komunis.
11.    Walaupun kritik Karl Marx tentang masyarakat abad XIX sesuai dengan keberadaan masyarakat waktu itu, namun perubahan masyarakat yang positif tidak terjadi melalui komunisme, melainkan melalui orang Kristen.
12.    Sistem masyarakat di Negara-negara komunis tidak lebih adil dibandingkan dengan Negara-negara lain, walaupun pasti juga di dalam Negara-negara kapitalis keadilan masih kurang daripada seharusnya.

BAGIAN KEDUA  :  SUATU CONTOH TEOLOGI KONTEMPORER
I.                   Cara berpikir Teologi Historis-Kritis
Cara berpikir dan bekerja teologi historis-kritis, patut dijelaskan dengan salah satu contoh. Contoh tersebut adalah : mengambil dari satu buku yang dikarang untuk lingkungan pembaca yang luas ; pengarang buku itu adalah seorang teolog yang sudah terkenal, terpelajar dan dihargai dalam bidang ilmu teologi Perjanjian Baru ; walaupun pengarangnya memakai segala metode historis-kritis, namun penampilannya lebih konservatif daripada kritis.
Tujuan teologi historis-kritis adalah memahami Alkitab sepenuhnya dengan daya pikiran sendiri yang berarti, bahwa manusia menjadi ukuran segala sesuatu.

II.                Sorotan terhadap Teologi Historis – Kritis
1)        Pendahuluan
Jangkauan terhadap teologi historis-kritis, sebagaimana diajarkan pada masa kini di seputar jagad pada kebanyakan perguruan teologi didasarkan pada metode historis-kritis. Homiletik dan Pendidikan Kristen juga bergabung sepenuhnya kepada hasil eksegese historis-kritis. Namun orang yang bekerja dalam alam historis-kritis ini barangkali tidak menyadari bahwa teologi secara keseluruhan telah menjadi historis-kritis. Para teolog dari Lembaga Penelitian Perjanjian Baru dengan tegas menolak bila dikatakan bahwa mereka hanya ahli dalam metode historis-kritis. Mereka menganggap diri sendiri teolog yang mengharapkan perhatian terhadap teologi yang telah dihasilkannya masing-masing. Dengan demikian lebih tepat menggunakan istilah teologi historis-kritis daripada hanya metode historis-kritis.

2)        Konsep Dasar Teologi Sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan
1.    Penelitian teologis dijalankan dengan asumsi seolah-olah tidak ada Allah. Jadi kenyataan Allah disingkirkan.
2.    Patokan yang dipakai untuk mengukur segala sesuatu bukanlah Firman Allah, tetapi ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk penelitian ilmiah secara umum.
3.    Teologi yang disebut ilmiah bekerja atas dasar Alkitab dan kepercayaan Kristen sejajar dan dapat diperbandingkan dengan agama-agama lain maupun dengan kitab suci mereka.
4.    Kitab suci tidak dipakai secara mutlak untuk Alkitab, melainkan dipakai secara relatife.
5.    Kata-kata Alkitab tidak diidentikkan dengan Firman Allah ; Perbedaan antara Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama, saling dipertentangkan secara berlebih-lebihan ; Karena isnpirasi Alkitab tidak diyakini, maka para teolog historis-kritis tidak dapat menerima bahwa masing-masing kitab dalam Alkitab saling melengkapi dan menerangkan ; karena Alkitab diterima oleh Gereja sebagai kanon yang sah, maka para teolog historis-kritis berusaha untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan itu, melalui usaha mereka untuk mencari kanon dalam kanon demi memenuhi kebutuhan orientasi mereka ; karena buku-buku Alkitab hanya dilihat sebagai hasil karangan para penulis teologis, maka kalimat-kalimat dalam Alkitab dianggap tidak lebih dari teologumena, artinya ungkapan-ungkapan atau doktrin-doktrin teologis.
6.    Dalam teologi historis, Alkitab dilihat sebagai sebuah nas yang tergantung kepada eksegese agar dapat dimengerti dengan tepat.
7.    Prinsip dasar yang berlaku dalam penelitian PL dan PB, walaupun tidak ada diungkapkan kurang lebih seperti ini, apa yang ditulis dalam alkitab tidak mungkin sungguh terjadi seperti itu.
8.    Dalam teologi historis-kritis, intelek yang kritislah yang menemukan mana realitas dalam Alkitab dan mana yang tidak realitas.
9.    Dalam pandangannya sendiri, teologi historis-kritis bermaksud menjadi penolong untuk mengkhotbahkan Injil dengan menyediakan eksegese yang obyektif dan yang dapat dipercayai. Akan tetapi pertentangan antara harapan ini dan kenyataan yang sebenarnya.
10.  Sebagai akibat dalam generasi muda para sarjana teologi yang muda, ditemukan sikap pasrah, karena kebenaran tidak dapat ditemukan. Namun timbullah teori yang menonjolkan subyektif.
11.  Pengaruh sosialisme dan komunisme makin kuat siantara para mahasiswa dan para alumni fakultas teologi.

3)             Pelaksanaan Teologi Historis- Kritis
1.      Hipotesis ; sama seperti ilmu-ilmu yang lain, emikian juga teologi historis-kritis menggunakan hipotesis. Melalui hipotesis tersebut, ilmu PL dan PB memakai metode dari ilmu sejarah serta kritik sastra.
Dalam ilmu sejarah naskah-naskah kuno, prasasti dan data lain diterima sebagai sumber pengetahuan tentang suatu periode sejarah tertentu. Dalam kritik sastra hipotesis dibuat dengan tujuan yang lain, melaluinya para sarjana mencoba untuk menjawab pertanyaan tentang bentuk asli dan riwayat penemuan setiap nas sampai mendapat bentuk yang sekarang dalam Alkitab. Karena usahanya yang keras, setiap professor berkeyakinan bahwa tidak ada orang yang dapat mengerti Firman Auhan secara tepat tanpa mengerti dan menerima teori-teori dan hipotesis yang dirumuskan oleh ilmu PL dan PB.
2.      Hipotesis harus dipercayai ; tidak ada satu bidang apa pun yang mengharuskan mahasiswa percaya sedemikian banyak seperti dalam studi teologi historis-kritis.
Setiap teori memang dirimuskan berdasarkan argumen, namun demikian paea mahasiswa tidak mempunyai kesempatan untuk menilai dan menimbang argumen tersebut. Suatu jumlah hipotesis yang bersifat mendasar dan diterima umum secara bersama, merupakan suatu kerangka pemikiran yang mutlak dibutuhkan untuk  dapat mengikuti kuliah dan seminar pada fakultas teologi. Tanpa menerima kerangka pemikiran dasar itu informasi yang baru tak dapat dimengerti dan dicernakan. Keobyektifan ilmu teologi historis-kritis sebenarnya semu. Dalam prakteknya unsure-unsur non ilmiah dan pra ilmiah mempunyai peran penting dalam pengaruhnya terhadap aliran-alitab teologi. Para mahasiswa teologi di universitas Eropa diharapkan untuk membuat penilaian obyektif. Namun sebenarnya bahan dan informasi yang ia terima telah disaring.  


3.      Sosialisasi Kedua ; Proses studi mengakibatkan suatu proses sosialisasi kedua.
Seorang mahasiswa teologi berad di bawah tekanan perbedaan pengetahuan yang besar antara professor dan dirinya sendiri. Mahasiswa baru juga di bawah tekanan kuat oleh kelompok rekan-rekan mahasiwa, khususnya kakak-kakak kelas dan mereka yang pintar, turut serta dalam proses mendidik, membentuk dan mensosialisasikan para mahasiswa baru. Semakin seorang mahasiswa injili dipengaruhi oleh pola pemikiran teologi historis kritis, semakin ia merasa jauh dari anggota persekutuan yang dulu disenangi dan dicarinya. Seorang mahasiswa harus mengejakan dan menyarahkan makalah-makalah dimana ia harus membuktikan bahwa cara kerja teologi historis-kritis sudah dikuasainya. Dalam metode historis-kritis kita bertemu dengan suatu gejala yang telah dikenal dari penelitian terhadap aliran gnostik, yaitu pseudomorphosis, berarti bahwa istilah teologis dikosongkan dari arti aslinya dan kemudian diisi dengan arti yang baru. Teologi historis-kritis mengatakan bahwa istilah lama dalam pengertian asli tidak dapat dimengeti oleh manusia modern, dan oleh karena itu maknanya harus diartikan untuk situasi masa kini. Beberapa akibat dari teologi historis-kritis : Tidak ada pembaharuan hidup ; Takut akan Allah semakin hilang ; Tidak dapat menghadapi okultisme ; Pertumbuhan Iman terhambat ; Motivasi untuk Misi/Pekabaran injil hilang ; Gereja-gereja semakin kosong
Untuk menghadapinya maka ada beberapa cara yang dilakukan ;
1.      Sebagian besar literature teologi masa kini sudah dipengaruhi, bahkan dikuasai teologi historis-kritis.
2.      Barang siapa mengetahui apa yang akan diterima dalam studiologi historis-kritis, dia akan sangat hati-hati untuk memilih tempat pendidikan teologi yang tepat.
3.      Jika kita tidak bisa dipengaruhi oleh teologi ini, maka kita harus menyadari bahwa yang harus dilakuikan bukan saja meninggalka beberapa pemikiran yang barangkali dianggap agak ekstrim, akan tetapi kita harus menyadari dan mengakui bahwa akar dari teologi ini bersifat anti kristus dan harus dihadapi seperti itu.
4.      Walaupun tidak mungkin berkompromi dengan teologi historis-kritis, namun demikian orang yang telah ditawan olehnya perlu dihadapi dengan sikap yang sungguh alkitabiah, yaitu dengan kasih.





III.             “ Di sini Kutemukan ” – Suatu Analisa Terhadap Buku
Analisa terhadap buku Wismoady ini ternyata sangat banyak sekali, diantaranya juga mengenai teologi historis-kritis. 

1.      Hakikat Mujizat
Menurut Wismoady, mujizat adalah hal yang terjadi menyalahi hukum alam yang berlaku di alam manusia sendiri. Defenisi ini diambil dari filsafat, terutama filsafat Hume yang mengatakan : Mujizat adalah tindakan kekerasan terhadap hukum-hukum alam. Dengan demikian mujizat dapat dipadukan dengan pengetahuan umum.
2.      Mujizat dan ilmu Pengetahuan
Pikiran Wahono tentang mujizat dan ilmu pengetahuan  tidak sesuai dengan hakikat mujizat menurut Alkitab. Menurut Wahono, mujizat dan pengetahuan merupakan pemahaman yang keliru tentang kemajuan ilmu pengetahuan abad ke 20 berbeda dengan ilmu pengetahuan abad ke 19.
3.      Apakah mujizat itu terjadi??
Wahono menganjurkan bahwa semua mujizat dalam Alkitab harus diteliti menurut ilmu pengetahuan. Dengan kata lai, Wahono membiarkan ilmu alam berusaha menyingkirkan segala mujizat keluar dari Alkitab. Dengan demikian ilmu pengetahuan diberikan wewenang untuk memutuskan apa yang benar dan apa yang tidak benar dalam Alkitab, yakni dalam wahyu Allah.
4.      Mujizat di dalam kitab-kitab Injil
Dalam naskahnya Wahono bukan menulis mengenai mujizat, melainkan menekankan peranan para penulis Injil, dan menyimpulkan cerita-cerita tentang mujizat itu pun telah mengalami pilihan, saringan, dan suntingan yang sengaja oleh para penulis kitab Injil.
5.      Kebangkitan orang mati
Yang dia uraikan hanya mengenai kebangkitan Tuhan Yesus. Wahono juga meremehkan dan meragukan kebangkitan Tuhan Yesus. Perkataannya hanya suatu penimbunan dalil yang tanpa bukti. Meskipun demikian, semuanya telah disampaikan kepada pembaca yang pada umumnya kaum awam, yang tidak mampu memeriksanya sebagai sebuah kenyataan.
Dari semua tulisan Wahono, ternyata dapat ditarik kesimpulan bahwa dia tidak percaya kepada Alkitab dan semua yang berkenaan dengan Tuhan. Dia hanya mengandalkan ilmu pengetahuan dan kepintaran filsafat.


IV.             “ Iman ” Teologi dan Teologi Iman
A.      Pendahuluan
1.      Studi ilmiah terutama menuntut agar cara berpikir didisiplinkan.
a.       Proses berpikir dilepaskan dari semua unsur yang bersifat pribadi atau subyektif.
b.      Fungsi-fungsi intelek dilatih sampai menjadi lancar.
c.       Mempelajari bagaimana cara untuk memperoleh informasi yang masih bersifat sepotong, tetapi ia semakin mampu untuk menempatkan informasi ini dalam suatu rangka pengetahuan yang sudah diberikan kepadanya dalam studinya.
d.      Pada akhir semester nahasiswa telah belajar untuk menilai pendapat-pendapat ilmiah yang banyak dan beraneka ragam itu dan dapat merumuskan pendapatnya sendiri serta menyusun argument yang mendukung posisinya itu.
e.       Sebagian mahasiswa berhasil mendisiplinkan intelek mereka sedemikian rupa sehingga mereka dapat mencapai tingkat kreatifitas yang berdisiplin yang membawa kepada hasil ilmiah yang baru.

2.      Cara berpikir dikontrol
Dalam studi ilmiah, cara berpikir tidak hanya didisiplinkan melainkan juga dikendalikan secara ketat. Pengendalian cara berpikir dalam batas-batas bidang ilmu pengetahuan merupakan suatu proses yang akhirnya membawa mahasiswa kepada keadaan dimana dia selalu otomatis akan berpikir dalam kerangka ilmiah yang sudah ada, tanpa harus dipaksakan dari luar.
3.      Kepribadian dibentuk
Hampir tidak mungkin menerima pengendalian diri hanya dengan teori. Walaupun seolah-olah bebas untuk mengadakan penelitiannya sendiri. Pokok mendasar ini harus diingat dalam setiap uraian yang terdapat dalam buku ini.

B.            Iman Teologi
1.      Rasio harus ditempatkan di atas Alkitab. Rasiolah menentukan dalam Alkitab apa yang benar dan apa yang sungguh terjadi. Rasio memberikan penilaian terhadap kebenaran peristiwa sejarah masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.
2.      Kekristenan harus dilihat sehubungan dengan agama-agama lain. Dengan tujuan untuk melihat sejauh mana tedapat hubungan antara agama-agama itu. Disini nampak bahwa prinsip dasar teologis historis-kritis, yaitu gahwa semua penelitian harus dilakukan seolah-olah tidak ada Allah, telah menentukan bagaimana hasil yang akan datang.
3.      Prinsip teologi ilmiah yang lain yang berdasarkan pra-anggapan yang keliru ialah rumusan hanya perkara-perkara yang dapat dialami semua orang pada semua waktu, adalah benar terjadi. Artinya, menurut teologi historis-kritis nubuatan ilahi sebagaimana direkam dalam Alkitab sebenarnya tidak pernah terjadi.
4.      Menurut teologi historis-kritis maka berita tentang mujizat dalam Perjanjian Baru tidak boleh diterima sebagai laporan mengenai peristiwa yang sungguh terjadi. Pernyataan ini berdasarkan praduga dan bukan hasil penelitian ilmiah.
5.      Seandainya suatu penelitian mendalam dilakukan, maka ternyata bahwa cara kerja metode historis-kritis didasarkan pada beberapa pra-anggapan yang sama sekali tidak dihasilkan melalui penelitian ilmiah, melainkan yang merupakan dogma dan keprcayaan atas dasar rasio manusia yang mengatur dan menilai segala sesuatu sebagai otoritas tertinggi.

C.          Teologi Iman
      Penolakan terhadap suatu teologi yang didasarkan pada pendewaan rasio sama sekali tidak berarti teologi itu sendiri ataupun peranan rasio dalam bidang teologi ditolak.
1.      Pendidikan akademis tidak memberi hak dan tidak menjamin bahwa seseorang akan diurapi oleh Roh Kudus. Akan tetapi intelek yang dilatih dapat dipakai Roh Kudus menjadi suatu alat yang sangat berguna dalam tanganNya kapan dan dimana Allah kehendaki.
2.      dalam teologi iman pengendalian intelek seharusnya terjadi melalui Firman Allah. Dia harus mengontrol akal manusia. Akal yang membiarkan diri dikontrol oleh Kitab Suci akan menjauhi perdebatan yang sia-sia dan rasa ingin tahu yang hanya bersifat akal saja. Kitab suci adalah sabda Bapa untuk kita. Sebagaimana kita memperlakukan Kitab Suci, demikian juga sikap kita kepada Bapa di surga.
3.      ada beberapa yang diharapkan dari studi teologi iman, diantaranya :
a.       Bahasa asli Alkitab, harus dikuasai dengan tata bahasa dan perbendaharaan kata yang memadai sehingga pembacaan Firman Allah dalam bahasa asli sungguh bermanfaat.
b.      Pengetahuan tentang latar belakang Alkitab harus dikuasai dan perlu kemampuan untuk mengevaluasi serta memanfaatkan karangan.
c.       Rencana keselamatan Allah perlu dipahami secara menyeluruh untuk dapat memberitakan seluruh kehendak Allah.
d.      Kaitan dan hubungan antar bagian-bagian Firman Allah pelu disadari dan dimengerti.
e.       Perlu adanya pengalaman bagaimana harta-harta karun yang terpendam dalam Firman Allah dapat diagkat ke permukaan melalui banyak usaha dan banyak doa.
f.       Sangatlah penting untuk dapat membedakan mana harta ilahi seperti di atas dan mana penemuan yang dihasilkan sendiri, atau oleh orang lain dan yang hanya bersifat permainan intelektual belaka.
      Dari sini kita belajar, bukan kita yang harus beraksi sesuai dengan yang kita anggap baik. Allah memakai kita sebagai alatNya bilamana Dia kehendaki, dan kita harus taat kepada petunjuk yang datang dari Dia.

BAGIAN KETIGA  :  SUATU CONTOH TEOLOGI KONTEMPORER
I.                   Teologi Pembebasan – benar atau tidak?
Menurut para teolog historis-kritis, teologi pembebasan adalah teologi yang memperhatikan situasi dan penderitaan orang miskin. Keinginannya tidak lain daripada membela dan memihak kepada hak orang miskin. Namun, sebelum pertanyaan tersebut dijawab, sebaiknya kita melihat sedikit lebih dalam dan memahami apa yang ditulis oleh tokoh-tokoh teologi itu mengenai semua hal yang mendasari kepercayaan Kristen.
1.      Apa yang diajarkan mengenai Allah dalam teologi pembebasan??
Allah yang diberitakan oleh Alkitab adalah Allah yang membebaskan, yang menghancurkan mitos-mitos dan segala kterasingan, Allah yang campur tangan dalam sejarah untuk menghancurkan struktur-struktur yang tidak adil, yang menampilkan para nabi, yang kehendakNya menunjukkan jalan kepada kebenaran dan belas kasihan. Allah dilihat sebagai apa yang dapat berguna untuk mendukung pikiran mreka. Kalaupun Dia diterima, Ia hanya sebagai anak Allah buatan sendiri berdasarkan bagian Alkitab yang dipilih.
2.      Apa yang diajarkan mengenai Yesus Kristus dalam teologi pembebasan??
Yesus sering dianggap sebagai revolusioner. Apa yang ditekankan dalam Kristilogi pembebasan adalah Yesus historis. Yesus dipahami sebagai nabi, alam teologi pembebasanYesus sebagai nabi tidak berarti bahwa Dia menyampaikan kepada umatNya apa yang difirmankan oleh Allah kepadaNya. Kristus menurut teologi pembebasan bukan Kristus kita, melainkan satu kristus yang palsu. Dia bukan anak Allah, Tuhan, Juru selamat dari dosa dan maut, Penebus, Kristus Raja. Maka teologi pembebasan bukan salah satu teologi kristen, melainkan hanya satu pengajaran sesat yang menyalahgunakan nama Yesus dan smua istilah dari pengajaran Kristen.

3.      apa yang diajarkan mengenai dosa keturunan dalam teologi pembebasan??
Teologi pembebasan menyangkal sama sekali pengajaran Kristen mengenai dosa keturunan dan kebejatan keseluruhan umat manusia.
4.      Apa yang diajarkan mengenai dosa dalam teologi pembebasan??
Dalam teologi pembebasan, dosa dan kesalahan, menurut definisi dan asalnya ialah prinsipal unsur-unsur sosial. Tetapi kalau dosa, menurut artinya, disamakan dengan penindasan sosial dan ketidakadilan, maka akibatnya pembebasan dari dosa hanya mungkin bilamana struktur lalim itu diatasi. Semua pikiran mengenai dosa dari teolog siapapun dalam kalangan teologi pembebasan tidak dikatkan denga Allah yang kudus dan murkaNya atas dosa manusia. Sebagai ganti, mereka memantulkan secara seratus persen anggapan Karl Marx mengenai dosa.
5.      Apa yang diajarkan mengenai keselamatan dalam teologi pembebasan??
Keselamatan berarti pembebasan dalam bidang politik, pembebasan dari segala macam penindasan yakni didefinisikan demikian oleh mereka, yaitu sang manusia menerima kembali kemanusian penuh dengan benar. Istilah keselamatan diubah bentuknya menjadi pembebasan politis.
6.      Apa yang diajarkan mengenai pertobatan dan kelahiran baru dalam teologi pembebasan??
Bertobat berarti mewajibkan diri seutuhnya dengan proses pembebasan rakyat yang miskin dan para tertindas, yakni jelas, jernih, realistis dan konkret tanpa perubahan struktur pertobatan yang sesungguhnya tidak ada.
7.      Apa yang diajarkan mengenai kepercayaan Kristen dalam teologi pembebasan??
Pengajaran dari teologi pembebasan menyangkal asal kepercayaan yang bukan dari dunia ini dan hakikat kepercayaan alkitabiah. Pembebasan politis dijadikan sebagai tema pokok Injil, menggantikan keselamatan untuk manusia yang katuh dalam dosa melalui kematian dan kebangkitan Yesus Kristus.
8.      Apa yang diajarkan mengenai Firman Allah dalam teologi pembebasan??
Teologi historis-kritis dipakai untuk menggambarkan cara berpikir yang dipakai oleh penulis Alkitab untuk mengatakan mengenai Allah dan Kristus. Firman Allah dinilai sama saja dengan tradisi dan sejarah Gereja purba. Dalam teologi pembebasan, titik tolaknya adalah rakyat yang miskin, sedangkan dalam teologi alkitabiah, titik tolaknya adalah Allah. Dalam teologi pembebasan, Alkitab bukan sebagai titik tolak teologi lagi, melainkan praktek kepercayaan. Teologi pembebasan nyata sebagai bidat, yaitu pengajaran palsu yang menyesatkan. Teologi pembebasan sama dengan saudaranya teologi revolusi dan teologi pengharapan, tidak mengakui Allah yang hidup seperti Dia mewahyukan diri dalam firmanNya. Jadi teologi pembebasan menipu orang miskin dengan menyembunyikan dari mereka pengharapan sejati yang diberikan oleh Allah dan menggantikannya dengan satu impian pembebasan yang mengecewakan.

II.                Wawancara tentang Teologi Pembebasan
Menurut pandangan para penganutnya, teologi pembebasan adalah teologi yang memperhatikan situasi dan penderitaan orang miskin. Keinginannya ialah membela hak orang miskin dan memihak mereka.
Teologi pembebasan muncul di Amerika Selatan. Teologi Revolusi berasal dari amerika serikat dan teologi pengharapan disusun di Jerman, yaitu di Eropa.
Perbedaan secara terperinci, diantara pandangan teolog ini dan teolog itu, tentu saja ada, tetapi bukan perbedaan prinsipil. Perbedaan diantara dua macam teologi yang disebut kurang lebih hanya perbedaan nama saja. Jadi, revolusi dengan kekerasan termasuk dalam teologi pembebasan.
Apakah teologi pembebasan sungguh-sungguh marxis?? Tokoh-tokoh teologi itu pada umumnya menganggap diri sebagai orang kristen, atau paling tidak sebagian besar. Mereka menekankan, Karl Marx tidak pernah memikirkan bahwa kepercayaan Kristen dapat dipakai sebagai kuasa pembebasan dalam perjuangan proletariat. Walaupun ada perbedaan antara marxisme dengan teologi pembebasan, namun sesungguhnya marxisme adalah dasar, dan ayat-ayat Alkitab hanya sebagai lauk-pauk dalam teologi pembebasan. Teologi pembebasa tidak mengenal Allah yang kudus, yang menjawab dosa manusia dengan murkaNya.
Pendapat dari seorang teolog yang berasal dari Peru, yaitu Gustavo Gutierrez mengatakan bahwa pemikiran Marxisme ternyata memusatkan diri pada praksis dan mengharapkan transformasi dunia, dan ada baiknya teologi Kristen berinteraksi dengan Marxisme. Teolog lain adalah Miquez Bonino yang juga sama seperti Gutierrez. Bagi mereka, iman Kristen yang benar dapat ditunjukkan hanya dengan melakukan kebenarannya.
Masalah teologi pembebasan sama seperti teologi historis-kritis yang lain, yaitu hanya dunia ini dianggap real, sedangkan dunia yang tidak kelihatan disangkal realitasnya.
Teologi pembebasan menyembunyikan pengharapan sejati yang diberikan oleh Allah kepada orang miskin. Sedangkan teologi pembebasan mengganti pengharapan sejati tersebut dengan suatu impian pembebasan yang mengecewakan. Belum terhitung bahaya dan kerugian yang dialami dan masyarakat yang diakibatkan teologi itu.

Daftar Pustaka
Linnemann, Eta,                                 
1991                                        Teologi Kontemporer, Malang : Depatemen Literatur                                             Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia.
Hesselgrave, David J.,                                   
            1995                                        Kontekstualisasi : Makna, metode dan model,                                                                     Jakarta : BPK Gunung Mulia
Barth, Christoph,                               
2008                                        Teologi Perjanjian Lama 1, Jakarta : BPK Gunung                                                            Mulia.
Blommendaal, J.,                               
2003                                        Pengantar kepada Perjanjian Lama, Jakarta : BPK                                               Gunung Mulia.
Baukckham, Richard J.,                     
1996                                        Teologi Mesianis : menuju teologi mesianis menurut                                                Jurgen Moltmann, Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Mulyono, Yohanes Bambang,                       
1996                                        Teologi Ketabahan, Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Lutzer, W. Erwin,                              
2005                                        Teologi Kontemporer, Malang : Gandum Mas.
Song, C. S.,
2001                                        Sebutkanlah Nama-Nama Kami, Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Singgih, Emanuel Gerrit,
2007                                        Berteologi Dalam Konteks, Yogyakarta : Kanisius.
Barth, Karl,                
2003                                        Teolog Kemerdekaan, Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Amirtham, Samuel, dkk.,       
1980                                        Theology By The People, Genewa : World Council of Churches.

                       




Tidak ada komentar:

Posting Komentar