Kamis, 21 Oktober 2010

Biblika Carl Barth


BAB VIII
Allah memilih Sion/Yerusalem
Yerusalem sudah dikenal sejak abad ke – 15/18 s.M. Namanya dituliskan dari kata Uru – Salim (tetapi maknanya tidak diketahui lagi). Yeru/uru merupakan nama yang pertama. Uru artinya kota, Yeru artinya “bagian, milik”. Pemisahan katanya sama dengan kata Ur/Ir yang artinya api/perapian. Sebutan yang kedua diberikan adalah Syalem atau salim. Salem diduga sebagai nama/sebutan bagi dewa pujaan bangsa penghuni kota itu (Yos. 19 : 41) “kota (milik), syamasy”, tempat pemujaan dewa matahari. Sebuatan yang ketiga adalah Yebus, karena mengingat bangsa Yebus yang pernah mendudukinya (Yos. 15 : 8; 18 : 16; Hak. 19 : 10 – 11; 1 Taw. 11 : 4 ff)
Sion merupakan bagian inti dari kota itu. Sion sebagai kota sebutan kehormatan di samping nama Yerusalem, sewaktu pertama-tama berdiri di kerajaan Yehuda dan kembal sejak abad 15 M. Nama terbaru yang muncul adalah el – Kuds (kota suci). Dapat dibedakan tiga sebab sejarah Yerusalem:
1. Ke-1000 tahun berdirinya sebelum Daud merebut benteng “Ybus’ atau “Kubu Pertahanan Sion, Salem, atau Yerusalem”, dari tangan orang Yebus.
2. Yerusalem telah menjadi ibukota bagi ke – 12 suku yang baru bersatu, oleh Daud dan Salomo yang disebut dengan Kerajaan Israel Raya (± 1000 – 587 s.M.). tetapi sayangnya kota itu terpecah dua yang membuatnya turun derajat (930 s.M.). sebutan bagi kota ini menjadi “kota Kerajaan Orang Israel”.
3. Kedaulatan Yehuda atas Yerusalem pernah direbut kembali oleh kaum Makabe tetapi hanya dalam waktu yang singkat. Yerusalem dijajah pada saat itu. Penjajahan ini masih berlanjut sampai tahun 70 M. Pada tahun 130 m, didirikan Aelia Capilinia, tetapi tertutup bagi orangYahudi. Pada akhir abad ke 7, barisan Arab di bawah pemerintahan Khalifah Umar, menakhlukan Palestina dan Yerusalem (638 M.), sehingga Yerusalem disebut menjadi el – Kuds, dan berkembang menjadi pusat rohani ketiga. Arab berkuasa selama sembilan abad (638 – 1517). Kuasa Turki berkuasa selama empat abad (1922). Sejak saat itu orang Yahudi mula-mula hanya dapat menguasai kota baru di sebelah Barat. Pada tahun 1980, mereka berhasil merebut ibukota Israel secara resmi. Sehingga pada tahun 2550 berakhirlah penjajahan asing atas Yerusalem.
1. Tempat Yerusalem di dalam keprcayaan Israel.
Yerusalem memang merupakan kota suci yang luang sekali di dalam kepercayaan Israel. demikian juga dibuktikan di dalam Pl, nama Yerusalem disebutkan 669 kali dan nama Sion 200 kali. Jelaslah bahwa tidak ada kota, tempat, atau gunung kramat lain yang memainkan peranan penting sepenting itu.
Allah pernah memilih Yerusalem sebagai kotanya sendiri sebagai “Kota Suci”, dan ini ditegaskan oleh kesaksian Alkitab. Antara Allah dan Yerusalem terdapat suatu hubungan “cinta”. Demikianlah Kitab Ulangan berbicara bahwa Yerusalem sebagai “tempat atau kota yang telah dipilih oleh Tuhan”. (Ul. 12 : 5, 11; 1 Raj. 8 : 44; 11 :13; 14 : 21; 2 Raj. 21 : 7; 23 : 27). Hal memilih Yerusalemini dipandang sebagai salah satu perbuatan besar Allah, setingkat dengan perbuatan-perbuatan lainnya yang tercantum di dalam “credo” umat Israel.
Perbuatan Allah memilih Sion sama halnya dengan perbuatan Allah dalam mengangkat raja-raja. Salah satu kepercayaan Israel yang terkemudian dihubungkan dengan tradisi Sion, ialah Penyataan di Bukit Sinai. Tema tradisi Sinai yakni hal mengajarkan danmemelihara hukum Taurat, mula-mula belum ada memainkan peranan di dalam tradisi Sion. Sejak kebangunan rohani yang muncul pada zaman Bait Suci kedua, keadaan ini sudah berubah: Yerusalem justru menjadi pusat penyiaran hukun Taurat, dan bangsa-bangsa asingpun diharapkan ikut berziarah kesana untuk menerima pengajaran.
2. Gunung dan Kota milik Tuhan
Yerusalem terkenal sebagai tempat Bait Suci, tempat ibadah yang dibanggakan, sasaran kerinduan dan pengharapan bagi umat yang hidup dekat atau jauh. Yerusalem juga dikenal sebagai Kota Daud. Tetapi bukannya kedua segi ini yang mendapat perhatian yang utama melainkan, Sion/Yerusalem adalah Kota Allah, inilah yang menjadi hal yang paling utama. Allah telah memilih ini tempat ini sebagai “gunungNya yang kudus”.
a. Bahan-bahan dari Tradisi Alkitab
1. Kelompok bahan-bahan yang pertama terdiri dari sebutan-sebutan Sion/Yerusalem sebagai ciptaan, milik, atau tempat kediaman Allah. Bait suci pada masa itu masih tinggal di luar pemandangan.
2. Kelompok kedua terdiri dari sebutan-sebutan bagi Allah yang acap kali dipakai sehubungan dengan pokok Sion itu. Sambil menyatakan kehadiranNya di tempat kudus itu, Allah memperkenalkan dirinya dari suatu segi yang baru, dibawah sebutan-sebutan yang khas.
3. Ciri-ciri keallahan Tuhan seperti yang tercatat tadi masih harus dilengkapi dengan kata benda dan kata sifat yang berulang-ulang muncul dalam hubungan pokok ini.
4. Kelompok bahan-bahan yang terakhir terdiri dari sebutan-sebutan, dimana makna keselamatan dari kehadiranNya di Sion itu diutarakan. Yerusalem merupakan benteng, gunung batu, kubu pertahanan, tempat pelindungan dan perisai yang kuat, tetapi dengan semua ini tidak mungkin penghuninya merasa aman dengan sesungguhnya. Kemanan barulah sempurna karena Allah sendiri, dengan kehadiranNya yang ajaib, “memperkenalkan dirinya sebagai benteng”. (Mzr. 48)
b. Kediaman yang dipilih Allah
1. Yerusalem pernah mulai dikenal dan dihargai sebagai kediaman Allah yang kudus.
Yerusalem sudah mulai disebut-sebut di dalam kitab Yosua dan Hakim-hakim. Alkitab sendiri meriwayatkan, dengan cara bagaimanakah akhirnya kota itu jatuh ke tangan orang Israel. Tetapi hanya satu hal yang sangat jelas, Daud dengan orang-orangnya masuk ke kota itu melalui saluran air. Kubu pertahanan Sion direbut lalu dinyatakan sebagai kota Daud. Laporan ini secara jelas menunjukan bahwa Daud sebagai pemimpin perang dan negarawan yang bijaksana. Dia sendiri dengan pertolongan Tuhan, barhasil merebut Yerusalem.
Pandangan Israel menurut kedua kitab Samuel tidak membenarkan pandangan sejarah yang berat sebelah tadi. Kebijaksanaan dan jasa-jasa Daud memang ada dan gilirannya di dalam karya sejarah tua justru meningkat dengan perebutan Yerusalem. Namun dari bangunan kedua kitab itu sangat jelas bahwa bukan Daud tetapi Tuhanlah yang menentukan arah jalannya menuju kubu pertahanan Sion. Daud memilih kota itu, tetapi di balik itu semua Tuhan telah memilihnya lebuh dahulu. Sebuah kumpulan cerita dengan tema “Perjalanan tabut Allah dari Silo ke Yerusalem”, kini terjalin di dalam rentetan cerita tentang Samuel, Saul, dan Daud, memberikan kesaksian itu.
2. Tradisi Alkitabiah mengetahui bahwa Allah pernah berkenaan “datang” ke Yerusalem memilih kota itu sebagai “tempat” kediamanNya. (2 Sam. 6 : 9, 16).
Salah satu diantara “mazmur-mazmur Sion” memuji kota itu sebagai “Kota Allah, kediaman yang Maha Tinggi”, ini adalah sebutan ilahi yang telah biasa digunakan oleh bangsa penghuni Salem. Allah yang begitu besar telah memilih Yerusalem sebagai tempat kediamannya! Ini mempengaruhi penghargaan Israel terhadap kota itu. Pantaslah kalau Kota “Kediaman Yang Mahatinggi” dan Kota “Raja Besar” itu dipuji sebagai pusat dunia sebagai semacam “ibukota kerajaan Allah” yang melingkupi alam semesta. (Yeh. 38 : 12; 5 : 5). Betapa lainnya sifat Tuhan dari dewa-dewa yang lainnya yang sebenarnya hanya sebagai simbol. Tuhan tampil ke muka, menyatakan dirinya di dalam sejarah Israel. Dengan sukarela mengikatkan diriNya kepada umatNya. Ia memerintah sebagai “Raja Israel”, (Yes. 44 : 6; Zef. 3 : 15; Mik. 2 : 13; Mzr. 149 : 2), sebagai Raja Kita, (Yes.33 : 22; Mzr. 47); berulah juga sebagai “Raja Semesta Alam”.
c. Gunung Batu yang tak Goyah
Orang-orang percaya kepada Tuhan adalah seperti Gunung Sion yang tidak Goyah, yang tetap utuk selama-lamanya (Mzr. 125 : 1). Kehadiran Allah di atas gunungNya itu menjadikan Sion suatu tempat kediaman yang aman bagi umatNya. Jika benar-benar “Tuhan yang meletakan dasar Sion” (Yes. 14 : 32), mustahilah temapt itu akan goyah. Kepercayaan ini juga dasarnya di dalam peristiwa-peristiwa yang nyata dari sejarah masa lampau. Kehadiran Allah di tempat itu ada buktinya di dalm peristiwa kedatanganNya; keamanan yerusalem itupun “sangat terbukti” dari peristiwa-peristiwa ajaib sesuai dengan tradisi Alkitab. Kepercayaan ini bukanlah kepada keamanan mutlak dan abadi bagi Sion., tetapi kepada Tuhan yang telah sekian kali membuktikan anugerah kehadiranNya dengan menyelamatkan kota itu.
d. Tempat perlindungan dan sukacita bagi umat.
Allah mempunyai maksud tertentu dengan pilihanNya itu. Sambil membri sesuatu, Ia juga mengharapkan sesuatu:
1. “Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan” (Mzr. 46 : 2).
Seperti yang pernah kita dengar, demikianlah juga kita lihat di Kota Tuhan semesta alam, di Kota Allah kita, Allah menegakkannya untuk selama-lamanya (Mzr. 48 : 9). Pengakuan ini merupakan satu gema, reaksi dan respon terhadap fakta kehadiran Allah di Sion. Daripada mengalami petolonga ilahi secara pasif saja, umat menanggapinya aktif, sadar dan kedengaran.
3. Kota Daud tempat lahirnya masyarakat yang utuh
Makna Yerusalem sebagai gunung dan kota milik Allah, tempat perlindungan yang aman bagi semua penghuninya. Makna kota, sebagai kota Daud yakni sebagai kota kerajaan. Daud dan raja-raja dari keturunannya tidaklah diangkat demi kemuliaan dan kepentingannya sendiri, melainkan demi keselamatan seluruh umat, bahkan pertama-tama demi keselamatan umat yang bermukim di Yerusalem. Tindakan Allah memilih Daud bertepatan waktunya dengan pemilihan kota itu.
Apa maksud dari pemilihan Yerusalem sebagai kota kerajaan? Agar kota berkembang , menjadi semakin besar dan indah, menjadi induk dari segala kota, baik bagi bangsa Israel maupun bagi bangsa-bangsa lain.
Pembangunan kota secara lahiriah salah satu segi dari rencana Allah. Pembangunan masyarakat sebagai maksud ilahi, di mana para raja menjadi petugas yang terkemuka.
Tujuan Allah mengangkat raja-raja ialah supaya mereka membebaskan atau menyelamatkan umatNya artinya Allah menghendaki umatnya sebagai masyarakat yang merdeka, bebas dari tindasan pihak siapa pun juga. Allah mengangkat raja-raja menjadi hakim yang adil bagi umatNya. Oleh karena itu seorang raja membutuhkan anugerah hikmat untuk melaksanakan tugasnya sehingga dengan sendirinya seluruh umat terpanggil untuk hidup bermasyarakat berdasarkan hikmat dan kebijaksanaan. Seorang raja ditugaskan untuk mendatangkan sejahtera dan bahagia bagi bangsanya.
a. Masyarakat orang-orang merdeka
Kitab Mazmur hampir seluruhnya terkarang atau terkumpul oleh warga-warga Yerusalem. Pembebasan manusia merupakan salah satu tema terkemuka di dalam kitab Mazmur. Para pemazmur perorangan mengeluh dari tengah kesesakan oleh rupa-rupa bahaya oleh penyakit, musuh-musuh dan lain-lain serta merindukan saat-saat pembebasan dari semuanya itu. Pembebasan itulah yang selalu hangat dikatakan pada saat pemazmur memanjatkan doanya.
Salah satu buah dari kemerdekaan Yerusalem, nampak juga dari karya-karya sejarah termasyur yang telah digubah pada zaman awal kerajaan, dengan pusat kerajaan itu sebagai latarbelakangnya. Pada abad ke-7 s.M. semua tokoh nabi dari zaman kerajaan ditolak dan dibenci oleh karena berita penghukuman yang dibawanya. Alangkah buruknya nama Yerusalem sebagai tempat kegiatan hamba-hamba TUHAN. Tidaklah dengan kebetulan saja Yesus sendiri mengucapkan perkataan keluh-kesah yang terkenal: “Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu!” (Mat. 23:37). Sebagai contoh nabi Yeremia baru saja bernubuat mengancam kota Yerusalem, maka tertangkaplah ia (Yer. 26:8), lalu berkumpulah seganap pemimpin dan warga kota untuk menjatuhkan hukuman mati atas nabi (Yer. 26:11). Untuk para ada beberapa orang dari tua-tua negeri itu tampil kedepan untuk menghindarkan pencurahan darah orang yang tidak bersalah (Yer. 26:17) di sini dapat kita lihat bagaimana peranan para tua-tua Israel memiliki otoritas yang kuat dalam menentukan keadilan.
Benteng Kebenaran dan Keadilan
Yerusalem terpanggil juga untuk berkembang sebagai suatu masyarakat yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan.
1. Nabi Yesaya seorang putera Yerusalem, megejutkan warga-warga kotanya dengan berita pemusnahan akan menimpa kota itu sebentar lagi. “kota yawng dahulu setia sekarang sudah menjadi sundal! Tadinya penuh keadilan dan di situ selalu diam kebenaran tetapi sekarang penuh pembunuh”(Yes. 1:21). Teranglah betapa beratnya tanggung jawab para pemimpin Yerusalem, terutama rajanya: “para pemimpinmu adalah pemberontak dan bersekongkol dengan pencuri. Semuanya suka menerima suap dan mengejar sogok. Mereka tidak membela hak anak-anak yatim, dan perkara janda-janda tiadak sampai kepada mereka”(Yes. 1:23). Seorang nabi lain mungkin adalah muridnya Yesaya, melihat harinya datang, di mana TUHAN “membuat sion penuh dengan keadilan dan kebenaran” (Yes. 33:5). Terjalinnya pembaruan kota kerajaan ini dengan pemerintahan seorang raja adil nampak dari nuabuat Yes. 32:1-8: “ sesungguhnya, seorang raja akan memerintah menurut kebenaran dan pemimpin-pemimpin akan memimpin akan memerintah menurut kebenaran dan pemimpin-pemimpin akan memimpin menurut keadilan”. Ayat-ayat berikut mencerminkan bangunnya suatu kesadaran baru dari pihak segenap rakyat di kota itu. Panggilan Yerusalem sebagai masyarakat penuh keadilan disebut-sebut juga di dalam pemberitaan nabi Mikha. Kecamannya tertuju kepada semua kota di Yehuda, khususnya kepada masyarakat ibu kota, lebih khusus lagi kepada kalangan pemuka-pemuka yang seharusnya menjunjung tinggi keadilan. “Baiklah dengarkan ini, hai para kepala kaum Yakub…Hai kamu yang muak terhadap keadilan dan yang membengkokkan segala yang lurus, hai kamu yang mendirikan Sion dengan darah dan Yerusalem dengan kelaliman!”(Mi. 3:9-10). Dalam hal ini cukup jelas apa yang dituntut TUHAN daripada umatNya: “Berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu” (Mi. 6:8)!
Sama tegasnya isi pemberitaan Yeremia, seabad sesudah Yesaya. Mula-mula ia mengecam ketidakadilan bangsa dibidang kebaktian saja (Yer. 1-6), tetapi sejak pertengahan masa jabatannya ia semakin mengarahkan pemberitaannya kepada pemerintahan raja-raja Yehuda yang curang, dan kepada perilaku masyarakat ibukota (Yer. 21:1-23:8). Diperingatkannyalah tuntutan Allah terhadap raja beserta rakyatnya: “lakukanlah keadilan dan kebenaran, lepaskanlah dari tangan pemerasnya orang yang dirampas haknya; jangan engkau menindas, dan jangan engkau memperlakukan orang asing, yatim dan janda dengan keras, dan janganlah engkau menumpahkan darah orang yang tak bersalah di tempat ini!” (Yer. 22:2-3). Dari ucapan-ucapan para nabi tadi pastilah tidak dapat ditarik kesimpulan, bahwa Yerusalem pada masa keemasannya, pernah menjadi “Kota teladan” di bidang keadilan-sosial. Hanya itulah yang menjadi terang, yakni bahwa kota itu pernah mendapat panggilan di bidang keadilan sosial.
Kitab mazmur sangat mengutamakantema keadilan. Ungkapan-ungkapan kitab Mazmur mengenai tema keadilan itu mengarah ke jurusan yang lain. Suatu tinjauan ringkas, di mana ungkapan-ungkapan itu akan diatur dalam tiga kelompok sesuai dengan isinya:
1. Kelompok pertama, suatu kelompok besar yang berkisar kepada keadilan Allah. Dialah yang dibesarkian sebagai “hakim”. Dialah yang menetapkan “hukum” atau “keadilan” dan melakukan “kebenaran”. Di Sion ia dibesarkan selaku raja yang datang “untuk mengadili umatNya” (Mzm. 50:4,6), bahkan untuk “mengadili” atau “menghakimi” bangsa-bangsa (Mzm. 76:8-10; 96:10; 97:2; 98:9; 99:4).makna keadilan tidaklah terbatas kepada cara pengadilan yang jujur, tanpa pilih bulu, tekanan pertama diberikan kepada kenyataan ajaib, bahwa Allah berkenan memihak kepada manusia yang telah dirampas haknya. Ia datang untuk memberi “keadilan” kepada umatNya, malah untuk “menyelamatkan semua orang yang tertindasdi bumi” (Mzm. 76:10).
2. Kelompok kedua, berkisar pada keadilan umat. Mereka yang mengangkat suaranya di dalam kitab Mazmur sering disebut “orang-orang benar”. Maksudnya bukanlah bahwa mereka sudah sempurna, sudah memiliki keadilan; mereka justru datang dengan tangan hampa, sebagai orang-orang yang perlu dibenarkan, dan oleh karenanya mencari dan meminta keadilan. “Berilah keadilan kepadaku”(Mzm. 7:9; 26:1;35:24; 43:1) adalah permintaan yang lumrah di dalam doa-doa perorangan. Doa-doa pengucapan syukurpun terkadang memberi kesan, bahwa para pendoa itu telah dibenarkan di dalam suatu perkara pangadilan di depan Allah selaku hakim tertinggi.
3. Kelompok ketiga, mengenaikeadilan sang raja di Sion. Di dalam mazmur-mazmur yang terkenal sebagai “mazmur-mazmur raja” beberapa kali disinggung tentang raja, si penegak keadilan di tengah-tengah bangsanya itu. Petugas Allah ini selalu membutuhkan doa syafaat: “Ya,Allah berikanlah hukumMu kepada raja dan keadilanMu kepada putra raja! Kiranya ia mengadili umatMu dengan keadilan dan orang-orangMu dengan dengan hukum! Dengan tercantumnya nama Daud 73 kali di dalam kepala-kepala mazmur, jelaslah bahwa raja itu tidak hanya pandai mengubah mazmur, melainkan turut serta juga sebagai pendoa biasa; ia turut mengalami penindasan (Mzm. 86:1), turut meminta keadilan (40:18), dan turut bersyukur karena pertolongan hukum yang diterimanya (Mzm. 69:33-34).”memberi keadilan dan meminta keadilan, tugas ilahi dan kebutuhan manusia ini seaka-akan di dalam raja itu.
b. Pusat pengajaran hikmat
Citra Yerusalem, kota kerajaan yang tersohor itu, telah kita perkenalkan sebagai masyarakat berhaluan kemerdekaan, sebagai benteng kebenaran dan keadilan.selai itu yerusalem juga sebagai tempat pemerintahan raja-raja yang diangkat oleh Allah, terpanggil juga untuk menjadi pusat pencarian dan pengajaran hikmat. Pertama-tama bagi umat Israel sendiri secara tersembunyi bagi bangsa-bangsa di seluruh bumi dan di sepanjang masa. Panggilannya ysang mulia ini diungkapkan oleh beberapa nubuat yang jelas, berasal dari zaman sesudah pembuangan, dan kini tercantum dalam kitab Yesaya I. “ Dari Sion akan keluar pengajaran dan firman TUHAN dari Yerusalem” (Yes. 2:3; Mi. 4:2). “Kekayaan yang menyelamatkan ialah hikmat dan pengetahuan, takut akan TUHAN, itulah harta benda Sion” (Yes. 33:6).
Bahan-bahan tradisi tentang pemerintahan Salomo mempunyai hikmat sebagai temannya yang terkemuka. Maklumlah raja itu telah dianugrahi suatu hati “yang penuh hikmat dan pengertian” (I Raj. 3:12). Kitab-kitab berisi pengajaran hikmat yang menurut anggapann orang Yahudi di kemudian hari, semuanya terkarang oleh Salomo. Tidak ada salahnya kalau Salomo diberi gelar “raja hikmat” sebanding dengan Daud si “raja mazmur” atau dengan Musa si “nabi pengantara Taurat” di dalam tradisi Alkitabiah.
Ciri-ciri pengajaran hikmat:
1. Pengajaran hikmat itu selalu tertuju kepada perorangan (Ams. 20:12).
2. Pengajar hikmat selalu mengingatkan orang untuk membedakan antara dua macam sikap dan perilaku orang yang bertentangan: yang baik dan benar serta bijaksana di satu pihak, yang buruk dan salah serta bebal di pihak yang lain (Ams. 11:2; bnd. 16:18-19; 18:12).
3. Pengajar hikmat seperti yang dicirikan di atas, selalu dikemukakan dengan penuh keyakinan dan wibawa. Para guru tidak mengajar atas nama dan wewenangnya sendiri. Mereka sangat menghormati raja (Ams. 24:21), namun juga tidak mengajarkan sesuatu yang diperintahkan olehnya; bukankah raja-raja sendiri perlu dibimbing oleh hikmat (Ams. 8:15; 20:28).
Menuju akhir zaman kerajaan, apalagi pada zaman pembuangan dan pada abad-abad sesudahnya. Berkembanglah berbagai jenis pengajaran hikmat yang baru. Beberapa gejala terkemuka dari perkembangan ilmu hikmat ini:
1. Batas-batas kemampuan manusia di dalam hal pemilihan jalannya sendiri, dan ketergantugannya kepada bimbingan Allah, semakin disadari. Ams. 16:1-22:16 telah menunjuk pada kesadaran itu. “segala jalan orangt adalah bersih menurut pandangannya sendiri tetapi TUHANlah yang menguji hati”(16:2 bnd. 16:9; 19:21; 21:31).
2. Batas-batas ilmu hikmat semakin disadari, lalu dengawn ragu-ragu semakin ditelanjangi oleh para nabi, utusan-utusan TUHAN yang berturut-turut tampil di tengah-tengah masyarakat Yerusalem. Hikmat orang yang berhikmat akan hilang dan kearifan orang-orang yang arif akan bersembunyi (Yes. 29:14; bnd. 1kor. 1:19).
3. Ilmu hikmat mulai berkembang kembali di dalam suasana penjajahan asing, maka timbullah masalah penderitaan orang-orang benar dan kebahagian orang-orang fasik sebagai tantangan yang semakin mendesak. Mazmur-mazmur kebijaksanaan seperti Mzm. 37:49 dan 73, semua berasal dari zaman lanjut itu, kembali menggumuli masalah tadi, serta mencari jawaban yang lebih meyakinkan. Pidato-pidato pengajaran oleh Elifas, Bildad, Zofar, tak lupa Elihu, teman-teman Ayub itu pun dapat dihitung termasuk kesusastraan hikmat berhaluan “Filsafat penghiburan”.
4. Perjanjian Lama, mendengarkan suara dua tokoh ‘ahli hikmat” yang amat ganjil yakni Ayub di satu pihak, si Pegkhotbah di pihak lain. Kedua tokoh ini berdiri atas dasar kepercayaan Israel, serta mengaku keutuhan Yang Mahakuasa. Tetapi keduanya keberatan terahadap hasil-hasil ilmu hikmat yang tertentu, di mana menurut pengalaman dan keyakinan mereka hikmat itu sudah melampaui batasnya sehingga bukan hikmat yang sejati lagi. “kritika hikmat “ ini sekali-kali tidak hanya saja mengenai pengajaran duniawi seperti yang disajikan di dalam Ams. 10-29 saja; justru pengajaran hikmat yang terpusat pada norma-norma “rohani” seperti takutakan TUHAN, “mengaku dosa”, dan “taat kepada hukum-hukum Allah”. Itupun dipertanyakan secara radikal.

d) Puteri Sion, ibarat mempelai berbahagia dan setia
Yerusalem, kota Daud dan Salomo dan raja-raja lainnya dari keturunan mereka, telah disoroti dari tiga segi, yakni: (a) sebagai masyarakat orang-orang merdeka, (b) sebagai benteng keadilan dan (c) sebagai pusat pengajaran hikmat. Yerusalem itu ibarat “mempelai perempuan” yang berbahagia dan setia? Para nabi suka menonjolkan segi kemuliaan kota itu. Sudah jelaslah bahwa kemuliaan itu berasal dari TUHAN yang mengasihi Yerusalem, melebihi dan mendahului segala tempat kediaman manusia lainnya.
4. Kota Bait Suci, pangkal umat yang beribadah
(a) Kota tempat pembangunan Bait Suci
Salomo telah mendirikan Bait Suci di Yerusalem, di gunung Moria, di mana TUHAN menampakkan diri kepada daud, di tempat yang di tetapkan Daud (2 Taw 3:1). Kesaksian Alkitab menekankan peranan salomo sebagai pembangun utama, namun tidak dapat disangkal peranan aktif yang dimainkan raja-raja dan pemimpin-pemimpin lainnya, serta oleh ribuan pekerja baik biasa atau ahli dan oleh penyumbang-penyumbang dari dalam maupun dari luar umat Israel.
(b) Tempat pertemuan dengan TUHAN
Umat Israel digerakkan untuk mendirikan sebuah bait bagi TUHAN, tentulah itu berarti bahwa bait itu harus mempunyai suatu bentuk yang wajar dan cocok. Mustahillah ia didirikan dengan semaunya, menurut selera umat itu atau pera pemimpinnya. Bangunan yang paling indah dan besar sekalipun tidak akan mencukupi, jika seandainya TUHAN sendiri tidak berkenan hadir di dalamnya.
3) Sesudah tiga abad wafatnya Salomo, Bait Suci mengalami renofasi . Renofasi yang dimaksudkan bukan hanya perubahan Bait Suci, tetapijuga terjadi beberapa perubahan antara lain terpecahnya kerajaan Israel Raya, merosotnya kerajaan Yehuda, dan yang terutama adalah pemberitaan para nabi yang semakin gawat. Semuanya itu menyebabkan munculnya suatu pemikiran yang lain terhadap makna Bait Suci. Makna itu sudah tidak sesuai lagi dengan faham dari angkatan umat yang pertama. Dimana Bait Suci tidak lagi bermakna “rumah kediaman TUHAN” dan “bait kerajaan”.
Faham ini semakin jelas dengan lebih seringnya penggunaan ungkapan atau faham “rumah bagi nama TUHAN” (1 Raj 5,2.5;8,16-20.44.48; 2). Variasi lain sehingga munculnya faham itu adalah karena TUHAN dikatakan telah memilih suatu tempat untuk menegakkan nama-Nya (Ul 12,5.21; 14,24) atau membuat nama-Nya diam disana (Ul 12,11; 14,23). Sehingga Bait Suci bermakna sebagai tempat dimana “nama TUHAN akan tinggal disana” (1 Raj 8,16.29; 2 Raj 23,27). Ada beberapa unsur yang mempengaruhi makna bait sebagai tempat kediaman nama TUHAN, yaitu:
Pertama, kesadaran umat akan kekudusan Allah. Karena lenyapnya kerajaan Utara, kerajaan Yehuda yang semakin terancam dan pemberitaan para nabi yang semakin gawat membuat kepercayaan umat semakin goncang sedikit demi sedikit. Sehingga muncullah kesadaran, bahwa sungguhpun TUHAN berkenan hadir di tengah-tengah umatNya, tetapi di dalam kehadiranNya itu Ia tetap kudus, mulia dan bebas. Jadi tidak terikat pada bangsa, tempat atau bait yang manapun juga. Itu semua berakar di dalam kesadaran baru akan keesaan Allah orang Israel yang bernama TUHAN.
Kedua, munculnya konsep bahwa TUHAN sendiri berkediaman tetap di sorga (Ul 26.15; bnd 1 Raj 8,23.27.30.39.43.5.49) sehingga dalam kehadiran nama TUHAN hanya namaNya itulah yang hadir diatas bumi. Tetapi dengan kehadiran nama TUHAN itu berarti bahwa TUHAN sendiri hadir di dalam kekudusanNya. Ketiga, pengertian baru terhadap fungsi tabut Allah. Dimana tabut Allah selaku tabut perjanjian TUHAN menjadi lambing kehadiran Allah didalam baitNya. Tetapi kehadiran itu lebih ditekankan kehadiran di dalam firmanNya. Keempat, bangkitnya kesadaran umat bahwa seharusnya jumlah Bait itu hanya satu saja. Gerakan Deuteronomium menyiarkan tuntutan ilahi, supaya cara beribadah dipusatkan kembali kepada Allah yang satu.
4) Bait Suci mengalami perubahan bentuk yang dahsyat, sehingga timbul permasalahan yang mengatakan bahwa apakah TUHAN akan hadir di dalam Bait Suci yang baru itu? Hal ini juga dapat dilihat dari :
Pertama, tiga pengelihatan nabi Yehezkiel mengenai Bait Suci. Dimana dua diantara pengeliatan itu tentang Bait Suci yang lama (Yeh 1-3 dan Yeh 8-11) dan yang ketiga adalah tentang bait baru yang dijanjikan Allah untuk masadepan. Yang menarik adalah ketiga pengelihatan itu berbicara tentang hadir-tidaknya TUHAN di dalam bait itu. Kemudian ketiga pengelihatan itu menunjukkan kesadaran dan pengertian baru terhadap Bait Suci. Bahwa TUHAN tidak pernah terikat oleh janjiNya, melainkan selalu bebas di dalam kehadiranNya. Kedua, tradisi alkitabiah mengenai Kemah Suci yang besar. Dimana Kemah Suci yang pernah menjadi tempat-ibadah para bapa leluhur Israel yang di padang gurun, hendaklah dijadikan sebagai pedoman dan sumber inspirasi dalam perencanaan pembangunan kembali Bait Suci. Tradisi Kemah Suci terarah kepada pembaharuan ibadah di dalam suatu bait yang baru. Ketiga, menyangkut ruang yang mahakudus di dalam Bait yang akan datang yang dimaksudkan untuk menampung kehadiran Allah.
c) Tempat perayaan ibadah kepada TUHAN
Bait Suci dengan sengaja diberi bentuk sebagai tempat pertemuan Allah dengan umatNyan dan sebaliknya.beberapa rumusan yang dipakai sehubungan dengan ibadah orang Israel, yaitu: pertama, barang siapa mau beribadah, pastilah akan berangkat dari tempatnya dan akan bergerak, dan melangkah ketempat ibadah yang hendak dikunjunginya. Haruslah ia pergi, berjalan, mendekat, sampai masuk ketempat itu. Kedua, ibadah di tempat kehadiran Allah haruslah disertai pernyataan hormat takzim. Cara yang paling lazim adalah memanggil nama TUHAN dan sujud menyembah. Ketiga, sehubungan dengan ibadah di halaman suci yang kerap kali menyinggung muka atau wajah TUHAN. Maka haruslah ditambahkan bahwa dalam ibadahnya ini umat itu sungguh-sungguh berhadapan muka dengan TUHAN. Keempat, ibadah dihalaman suci tidak pernah dirayakan tanpa persembahan dari pihak umat itu. Kelima, ibadah atau kebaktian di dalam Bait Suci mempunyai saatnya, kesempatannya, dan waktunya yang tertentu.
Beribadah dengan datang ke halaman suci untuk berdoa, untuk meminta atau memohonkan sesuatu yang sangat dibutuhkan di dalam situas kehidupan tertentu adalah pendorong utamanya. Beberapa cirri doa permintaan: pertama, rupa-rupa penderitaan dan kesesakan yang sedang dialami. Ibadah ini disertai sikap badan, perbuatan persembahan dan upacara-upacara tertentu. Kebanyakan doa-doa permintaan, baik oleh perorangan maupun oleh umat itu, mulai dengan memanggil Allah yang bernama YHWH atau TUHAN. Seruan yang terkenal adalah “ya TUHAN” atau “ya Allah” (Mzm 3,22; 4,2; 5,2; 6,2; 7,2; 12,2; 44,2 dst). Sehingga teranglah alamat doa itu.
Kedua, sehubungan dengan doa-doa permintaan, baik individu atau pun keseluruhan bukan melalui berbagai iringan atau pelengkap doa yang ditunjukkan, tetapi berdoa atau memanggil nama Tuhan biasanya diiringi oleh suatu gerakan kedua belah tangan. (Kel. 9, 29. 33). Berlutut juga kadang dilakukan sebagai isyarat permohonan. Persembahan korban juga memainkan peranan yang penting sebagai iringan doa permintaan.
Sujud menyembah dengan mengmbangkan tangan, melakukan upacara perkabungan, mempersembahkan korban-korban penghapus dosa untuk mengadakan perdamaian adalah iringan doa-doa permintaan yang dipanjatkan secara lisan. Ketika melakukan doa permintaan yang diminta haruslah kejujuran. Syarat penerimaan ini berlaku untuk doa permintaan baik itu berupa perkataan mulut.
3) Bait suci sebagai rumah doa utama dalam ingatan, bukan merupakan satu-satunya maksud ibadah secara sukarela dan spontan. Alkitab juga memberi kesaksian tentang kebaktian yang tertuju kepada pengucapan syukur kepada Tuhan. Latar belakangnya juga cukup jelas. Kesaksian yang membuat doa seseorang itu didengar oleh Tuhan. Ketika ia meminta tolong, kemudian masuk ke halaman suci, dan menyampaikan syukur kepada Allah. Adat pemersembahan korban-korban syukur sehubugan dengan doa permintaan syukur tersebut juga tertulis dalam Yunus 2, 9.
Dalam penelitian ilmiah karangan F. Cruesemann, corak doa pengucapan syukur hanya terdapat sebagai doa perorangan saja yang digunakan bentuk madah atau puji-pujian.
Pertama, doa pengucapan syukur mempunyai suatu keistimewaan yang sangat penting dalam kebaktian syukur menurut orang Israel. Pokok syukur hanya satu yakni tindakan Allah yang telah menyelamatkan hambaNya. Pemberian syukur kepada Tuhan juga mulai tampak di dalam jalannya kebaktian syukur yang tradisional diiringi dengan persembahan korban dan hubungannya dengan riwayat penyelamatan yang diungkapkan dalam masyarakat dan diiringi dengan perjamuan kudus yang sifatnya sukacita.
Kedua, ucapan syukur kepada Tuhan terdiri dari ungkapan lidah yang singkat, perbuatan, yakni mempersembahkan korban syukur. Kata syukur da korban syukur hanya merupakan tanda terima kasih semata-mata. Berterima kasih juga bisa dalam bentuk pengabdian diri dengan sungguh-sungguh (Mazmur 50,23; Roma 12,1).
Ketiga, pengucapan syukur di depan jemaah terdiri atas ungkapan lidah satu pihak, dan perbuatan di lain pihak. Jemaah harus mendengar dan mengetahuinya dari orang yang bersangkutan, jemaah juga harus turut bersukacita. Karena hal itu adalah bagian dari cerita penyelamatan. Cerita penyelamatan itu selalu didahului dengan suatu penyatan maksud si pendoa. Cerita itu akan menjadi pengajaran, nasihat atau pun menjadi suatu khotbah (Mazmur 32,8). Ungkapan lidah atau cerita dan pengajaran diiringi suatu perbuatan dengan mengajak jemaah turut mengucap syukur (Mazmur 118,1-4).
Keempat, pendoa sering menceritakan penyelamatannya dari genggaman maut. Pergumulan orang-orang percaya dengan nasib insani yang selalu mengancam, dan betapa jayanya kemenangan atas maut yang mereka peroleh. Hal inilah yang menunjukan bahwa pendoa memanjatkan syukur sambil mengaku bahwa Allah telah meluputkan mereka dari liang kubur. (Mazmur 107, 19-20). Motif pengalaman maut ini tidak terbatas pada doa-doa orang Israel saja. Luput dari maut, keluar dari liang kubur, bangkit dari antara orang mati, kebanyakan penafsir memperingatkan, bahwa doa dari si pendoa jangan diambil makna harafiahnya, melainkan sebaiknya diartikan sebagai ibarat saja. Karena tafsirannya adalah pendoa nyaris mati dan keselamatan mereka dari bahaya maut adalah bagaikan kebnagkitan dari antara orang mati.tafsiran itu juga harus diteliti dan diartikan sebagai pengalaman yang sungguh dan riil.
4) Maksud ibadah yang terpenting adalah menaikkan puji-pujian kepada Tuhan. Puji-pijian tersebut juga diadakan secara berkala, pada hari-hari raya tetap. Karena permohinan dan syukur berkenaan dengan peristiwa-peristiwa luar biasa yang baru saja terjadi.
Pertama, maksud dan tujuan dari umat untuk mempersembahkan puji-pujian kepada Tuhan adalah untuk penghormatan kepada Allah. Maksudnya adalah terlihat jelas dalam ibadah permohonan. Penghormatan itu merupakan maksud dan tujuan utama. Ibadah puji-pujian bermaksud hendak memperkenalkan dan menyiarkan kebesaran Allah. Allah sendiri berkenaan dipuji, malah Ia mengajak manusia untuk menghornatiNya, sehingga manusia memperoleh kebahagiaan dariNya.
Kedua, inti dari ibadah adalah isi puji-pujian yang dipersembahkan kepada Allah. Perbuatan-perbuatan Allah suka dimasyurkan dengan memakai kalimat-kalimat sederhana yang isinya berupa pujian kepadaNya. Selain dari kalimat-kalimat sederhana, perbuatan-perbuatan Allah sering dimasyurkan juga dengan kalimat-kalimat gaya khas Ibrani. Salah satu lain untuk memuji perbuatan-perbuatan Allah adalah dengan memakai kalimat-kalimat sederhana yang ditujukan langsung kepada Allah sendiri. Ungkapan mazmur yang memuji sifat0sifat Allah juga adalah salah satu puji-pujian kepadaNya.
Ketiga, ibadah orang Israel pada umumnya selalu ada unsur persembahan korban-korban. Karena sehubunan dengan permohonan dan ucapan syukur. Korban puji-pujian menyimpulkan segala jenis persembahan pada hari raya umum yang dipersembahan dlam suasana hikmat pada Tuhan. Maksud persembahan ini berhubungan dengan isi puji-pujian yang diucapkan lewat mulut. Dari sini dapat diperhatikan bahwa ibadah hari raya berpusat pengakuan umat kepada Tuhan sebagai AllahNya yang tunggal dan berwujud esa. Mengaku Tuhan sebagai Allah yang esa artinya melibatkan dirinya hanya kepada Tuhan. Memberi persembahan dengan sukarela adalah ibadah puji-pujian yang sifatnya sudah dihayati dengan sungguh-sungguh. Karena jawabannya akan dijelaskan dalam Mazmur 19,15.
d) Tempat Perwujudan umat Tuhan
bait suci bagi orang Israel merupakan pusat ibdah yang telah dibentangkan seakan-akan bangsa itu sudah dari dulunya lahir. Kelahiran yang dimaksud sudah sehubungan dengan tiap pokok utama dari kesaksian Alkitab seperti halnya pemilihan Bapa-bapa Leluhur, keluaran dari Mesir, Pembimbingan di padang gurun, Penyataan di Sinai, Pemberian tanah Kanaan, Pengangkatan raja-raja, dan sampai kepada Penciptaan dunia. Namun peristiwa kelahiran umat tersebut tidak pernah menjadi fakta sejarah karena wujud mereka sebagai umat Tuhan tidak pernah dimiliki orang Israel. Mereka menjadi umat Tuhan jika Tuhan sudah berkenan hadir dalam baitNya.
1) Bangsa Israel beribadah kepada Tuhan artinya mereka sebagai umat Tuhan. Karena hubungan yang sangat khusus tersebut sehingga ada yang berani menyamakan dan mengidentifikasikan kedua sebutan itu.
Pertama, sejak zaman pembuangan orang Israel disebut dengan Yahudi/umat. Israel disebut sebagai goy atau ‘am yang bermakna bangsa. Dari istilah tersebut, Israel yang berwujud bangsa sama dengan bangsa-bangsa lainnya. Karena semua unsur-unsur yang dimiliki oleh bangsa lain seperti tanah kediaman, bahsa, kebudayaan, negara dan agama, semuanya juga dimiliki oleh Israel. Jadi tidak boleh dikatakan hanya kerena keterpanggilan mereka untuk menjadi umat Allah, karena dari pangangkatan tersebut bangsa Israel juga tidak menghilangkan wujud Israel sebagai bangsa biasa di tengah-tengah bangsa-bangsa yang lain.
b) Kota yang ditinggalkan Allah
Pada musim panas 586 s.M. Yerusalem akhirnya menemui ajalnya. Penelitian sejarah memajukan pengertian tentang penyebab jatuhnya kota itu. Pertama, Yerusalem termasuk daerah Siria/Palestina, sebuah daerah dengan banyak bangsa, kota-kota dan kerajaan-kerajaan kecil yang tidak pernah merupakan kesatuan politik yang mantap; kerajaan-kerajaan besar di sekitarnya silih berganti merbutnya serta menjajahnya. Kedua, negara-negara dan kota-kota di daerah Siria itu sempat berkembang, namun ketika Mesir, atau Asyur, dan Babilonia campur tangan, maka goyahlah kedaulatan negara-negara kecil di daerah itu. Ketiga, serangan dari luar Siria/Palestina semakin hebat dan upaya diplomasi, kompromi dengan membayar upeti dan korban kepada dewa asing, serta upaya koalisi tidak dapat membendungnya. Pemimpin yang terlalu berani dan tidak dapat memperkirakan kekuatan dan kelemahan musuh menjadi penyebab jatuhnya negara-negara kecil itu, termasuk Yehuda.
Para saksi alkitabiah juga menyadari bahwa fakotr “duniawi”, politik, dan kemiliteran turut menyebabkan hal itu. Laporan sejarah mereka dalam 2 Raj 23: 31- 25:21; Yer 39:1-10 dan 52:1-26; memberikan gambaran yang cukup realistis. Namun, yang mendapat penekanan adalah makna theologinya, yaitu tempatnya di dalam sejarah kegiatan Allah dengan bumi manusia. Inti kesaksian Alkitab terlebih dahulu sebagai jeritan sengsara dan putus asa (b1), lantas sebagai pergumulan mengenai sebab-sebab malapetaka itu (b2), dan akhirnya sebagai sambutan terhadap panggilan yang baru dari Allah, di tengah-tengah suasana kesedihan (b3).
(1) Betapa beratnya dan pedihnya peristiwa kejatuhan Yerusalem bagi umat TUHAN, hal itu terlihat dari suara-suara mereka yang menghayatinya. Doa-doa keluh-kesah dipanjatkan baik di Tanah Suci ataupun di tempat pembuangan, masih tersimpan dalam Mzm 44; 74; 79; 89; 102; Rat 1-5; Mi 7:7-20; Yer 63:7 – 64:1 dan naskah lain dalam Alkitab. Rasa benci dan membalas dendam kepada musuh-musuh luaran yang secara langsung melakukan karya pemusnahan diungkapkan dalam doa-doa keluhan (Mzm 137; 79: 10-12; Rat 1:22; 3:64-66; 4:21-22; Mi 7:10) maupun dalam nubuat-nubuat hukuman atas bangsa-bangsa itu (Yes 34; Yeh 35; Obaja dst). Bayangan bahwa TUHAN sudah melupakan Sion, tidak melihat apa yang terjadi, dan tidak mendengar jeritan minta tolong menghantui jemaah (Rat 2:1; 5:20; Mam 74:19; 102:3; Yes 40:27; 64:12 dst).
(2) Pergumulan tentang nasib Yerusalem itu sebenarnya tidak berhenti pada tingkat ratapan melulu. Jemaah di tengah kesedihannya merasa terpisah dari TUHAN, seakan-akan tidak ada lagi firman dari-Nya. Maka mulailah mereka memperhatikan ucapan-ucapan para nabi yang tadinya mereka anggap sepi. Di bawah penjajahan bangsa asing dibangunlah minat baru tehadap apa yang telah diberitakan oleh Amos, dan Hosea, Mikha dan Yesaya, Yeremia dan Zefanya seabad sebelumnya, khususnya mengenai hutang kesalahan Israel, Yehuda dan Yerusalem.
Kesadaran akan hutang dosa itu datang secara perlahan, hingga akhirnya jemaah itu mulai menyadari bahwa TUHAN telah berfirman. Jemaah juga menyadari tanggung jawabnya, seperti doa-doa dalam kitab Ratapan. Pergumulan itu membawa perubahan dalam pandangan jemaah terhadap peristiwa pemusnahan Israel itu. Apa yang tadinya disangka terjadi karena ketidakpedulian atau malah ketidaksetiaan dari pihak TUHAN, kini mulai disadari sebagai akibat ketidakpedulian dan ketidaksetiaan umat Allah itu sendiri.
(3) Bahan-bahan Alkitab dari zaman pembuangan mengandung satu inti pokok lagi di samping penyesalan dan pengakuan dosa. Berkaitan dengan pengakuan dosa itu, jemaah kadang-kadang merenungkan perlunya pembaruan rohani yang mendalam. Pemberitaan nabi-nabi sebelum pembuangan, bersama-sama dengan peristiwa penghukuman Yehuda dan Yerusalem, menjadi kuasa pendorong ke arah itu pula. Dalam doa pada Ratapan 5:21, terlihat bahwa jemaah itu merindukan lebih dari sekedar pemulihan jasmani.
Niat pembaruan itu sepertinya tidak berasal dari akibat pemusnahan Yerusalem, penghukuman dan malapetaka, tetapi lebih karena jemaah mulai membaca serta merenungkan buku-buku kenabian berisi ancaman yang selama ini dipandang remeh. Mereka memperhadapkannya dengan kedaan masa kini yang sial, maka bangkitlah niat mereka untuk “kembali kepada TUHAN”. Amos dan Hosea nabi di Israel pada pertengahan abad ke-8 s.M., keduanya mendesak supaya Israel “mencari TUHAN” (Am 5:4-6, 14; Hos 5:6,15; 10:12). Yesaya pun nyaris tidak melihat kemungkinan bahwa Yehuda dan Yerusalem akan bertobat (Yes 6: 10-11). Pemberitaan ini juga hampir sama dengan pemberitaan Yeremia seabad lebih kemudian, sewaktu bahaya dari utara itu telah mendekat (Yer 3: 12).
Jemaah zaman pembuangan membaca semua itu dengan rasa pilu. Hasil pergumulan itu terlihat dalam naskah Alkitab pada zaman pembuangan, meski dengan mengatasnamakan nabi-nabi yang hidup jauh lebih dahulu. Naskah yang dimaksud adalah naskah tambahan kepada buku kenabian lama, misalnya berita keselamatan dalam Hos 1: 7. Firman penghukuman berakhir dengan firman keselamatan dalam Hos 3: 5. Penutup Hosea berisi penghiburan (Hos 3:5), ajakan untuk bertobat (Hos 14:2-3), janji pemulihan (Hos 14: 5, 8).
Yesaya juga mengalami penyaduran, di mana cerita pemanggilan Yesaya (Yes:1-13) dibubuhi dengan kata penghiburan dalam ayat 13. Demikian pula halnya dengan pasal 31: 6-7 merupakan penyisipan pada isi pemberitaan Yesaya kepada angkatan zaman pembuangan.
Pemberitaan Yeremia juga penyaduran. Yer 31: 31-34 merupakan tambahan redaksi terhadap kumpulan nubuat 30: 4 – 31: 26. Yeremia 31: 38-40 dibubuhkan dalam cerita 31: 1-15. Dengan janji ilahi semacam itu sebagai dasar, penyadur memuat ajakan kepada umat zaman pembuangan, (Yer 18:11b merupakan tambahan pada ayat 11a. Undangan untuk kembali kepada TUHAN (Yer 4:1-2) dialamatkan kepada umat pembuangan sebagai tambahan kepada Yer 4: 3 (kutipan dari Hos 10:12), dan Yer 4:4 (kutipan dari Ul 10:16). Kitab Yehezkiel juga mendapat penambahan, bagian itu antara lain: Yeh 36: 26-27 dan Yeh 37: 23.
c) Kota lambang umat yang baru
Yerusalem akan bangkit dari nasib kematiannya, akan hidup dan berkembang menjadi kota yang baru dan sempurna, sesuai dengan panggilannya sejak dulu kala. Sungguhpun umat belum dapat melihat itu dengan segera, tetapi TUHAN sudah menyatakan apa yang akan terjadi melalui firmanNya.
1) Kembali berdirinya kota itu memang belum tentu membuktikan bahwa pembaruannya sesuai dengan janji Allah sudah terwujud. Yerusalem baru akan menjadi pulih apabila ia telah kembali dipilih, sebagaimana diberitakan oleh Yes 51:15; 62:4-5, Zak 1:17; 2:12).
Tidak itu saja, sebagian besar nubuat itu mengarah kepada pembaruan kota itu sebagai Kota Allah, yakni sebagai tempat kediamanNya di atas bumi, tempat perlindungan yang aman bagi umatNya (Yes 12: 6, Zef 3:17). Janji itu bahkan diulangi dalam Yes 52:7-8; 59:20; 33:5, 21; Mi 4:7; Zak 2:10; Yo 3:17, tidak jarang dengan membayangkan bagaimana TUHAN akan datang dan kembali ke gunungNya yang kudus (Yes 40:10; 52:8; Zak 8:3; 14:5 dst.).
Allah sendiri datang untuk menetap di Sion sudah berarti bahwa segenap penduduknya dilimpahi dengan segala jenis berkat (Yes 60:1-3) Yerusalem akan menjadi tempat pengungsian yang aman sejahtera (Yes 54:14; 26:3; 33:6; Mi 4:4; Zak 12:8; 14:10-11; Yo 3:16), ibarat kedaan di taman Firdaus (Yes 51:3; 11:6; 65:25). Yang akan diberkati bukan hanya “puteri Sion” saja; bangsa-bangsa asing pun akan terlibat secara langsung . Awalnya mereka akan menyerang dengan tekad yang sangat bulat, tetapi pada akhirnya TUHAN akan bertindak selaku penyelamat kotaNya (Yes 24: 21-22; Zef 3:15). Sesudah kekalahan total, bangsa-bangsa itu akan berubah pikiran (Zak 14:1).
Pembaruan Yerusalem tentu menyangkut juga kemuliaannya dan pemanggilannya selaku Kota Daud. Serangkaian nubuat memang menjanjikan kembali berdirinya ibukota kerajaan yang berdaulat, aman, penuh keadilan dan bahagia. Sebelum kota itu menjadi puing, Yesaya 1:26 bernada ancaman bagi para penguasa. Namun setelah zaman pembuangan firman itu menjadi penghiburan.
Sekelompok nubuat lain mengetengahkan pembaruan Yerusalem sebagai Kota Bait Suci. Salah satu janji yang terkenal mengenai hal ini adalah khayal besar Yeh 40-48. Bagian yang tertua (40:1-37, 47-49; 41:1-4, 43:1-12) dapat dianggap sebagai penglihatan Yehezkiel pada tahun 537 s.M.; selebihnya dari khayal ini adalah tambahan-tambahan dari kalangan murid-murid nabi itu.
Hasil pembangunan Bait semasa hidup nabi Hagai rupanya agak mengecewakan dibandingkan dengan Bait yang lama. Namun terhadap kecaman itu, nabi tidak segan menyiarkan janji-janji ilahi bahwa harta bangsa-bangsa akan datang mengalir dengan cuma-cuma. Kelebihan Bait yang baru itu memang tidak terbatas kepada bentuk lahiriahnya. Hasil pemulihan Yerusalem dan Bait Sucinya akan sekaligus menjadi saat kemuliaan yang baru. Dengan sendirinya, ibadah dalam Bait yang baru akan sempurna, bertentangan dengan kecurangan yang tadinya menyebabkan kehancuran.
2) Allah akan memperbaharui, akan menyempurnakan kotaNya; demikianlah isi firmanNya melalui para saksi alkitabiah. Memang penggenapan firmanNya, keadaan Kota yang sudah menjadi sempurna itu, belum nyata kepada mereka. Namun bagi Allah sendiri, segenap firmanNya itu sudah terlaksana, sehingga berwujud relitas, mengatasi keadaan dunia lama yang kita hadapi sekarang. Beberapa pengamatan mengenai bentuk pemberitaan Alkitab dapat kita gunakan untuk menyelami “realitas” Yerusalem yang baru.
Pertama,pengertian kita terhadap pokok itu haruslah berdasar pada kenyataan bahwa bahan-bahan alkitabiah yang bersangkutan hampir seluruhnya bercorak nubuatan yang diilhamkan dari atas. Nabi-nabi bernubuat sebagai penerus firman Allah, bukannya sebagai penyiar cita-cita sendiri. Dengan demikian nubuatan itu memiliki bobot dan wibawa seperti firman Allah sendiri sehingga sepatutnya dipercayai. Bukan tidak mungkin ada nubuat palsu, tetapi nubuatan itu tidak memiliki realitas sebagaimana nubuatan sejati. Nabi palsu bernubuat bahwa Yerusalem akan dipulihkan kembali tanpa penghukuman, sedangkan nabi sejati memberitakan keselamatan itu dengan bertumpu pada fakta pemusnahan kota itu lebih dahulu dan hal itu dipandang sebagai hal yang perlu dirasakan sebelum kota itu diperbaharui.
Kedua, kemuliaan Yerusalem di masa depan acap kali digambarkan dengan memakai kiasan-kiasan sebagai alat imaginasi. Pengertian tentang hal ini sebaiknya memakai dua dasar, yaitu: Yerusalem “lama” yaitu kota yang dipilih Allah, namun yang sudah berkhianat sehingga ditinggalkan Allah; dan Yerusalem “baru”, yakni kota yang itu juga, namun dalam keadaan yang sudah dipulihkan dan sempurna. Pembaruan itu berasal dari sorga dan dikerjakan oleh kuasa Roh Allah, sekali-kali tidaklah berarti bahwa Yerusalem akan berwujud “sorgawi” atau “rohani”, seakan-akan bukan di dunia kita ini lagi.
Ketiga, pembaharuan Yerusalem baru akan terwujud nanti, di masa depan, dalam keakanan. Seluruh keselamatan itu adalah janji semata-mata. Keakanan Yerusalem itu terkait dengan kehadiran TUHAN di kota itu. Ia sendiri adalah keakanan Yerusalem, sebab Dialah yang melibatkan serta mempertaruhkan diriNya, sehingga menjadi keakanan bagi kota itu. Dengan pembaruan Yerusalem yang terjamin demikian, maka sudah tentulah kekanan itu menjadi lebih terang. Penggenapan janji itu tidak mungkin dianggap terbatas pada suatu tanggal tertentu di masa depan.
Kerajaan Allah di dalam kesempurnaannya itu dengan sengaja belum didatangkan sekaligus. Bagi umat yang untuknya kota itu diviptkana, disediakan waktu, keluangan dan kesempatan, diberi panggilan dan tugas untuk turut serta dalam karya kepunyaan Allah.
3) Nubuat tentang kedatangan Yerusalem yang baru berisi “berita kesukaan” atau “injil” yang tentunya dimaksudkan untuk menghibur, tetapi jenis penghiburan apakah gerangan yang hendak diberikan oleh Allah melalui para nabi?
Pertama, Allah “menghibur” berarti Ia melenyapkan takut. “Jangan takut”: kata penghiburan ini sering terdapat di dalam nubuat-nubuat mengenai pembaruan Yerusalem (Yes 40:9; 41:10, 13-14; 43:1,5; 44:2; 51:12; 54:4,14; 35:4; Zak 8:13,15 dst). Kata penghiburan sangat terlihat dalam Yes 40: 1-2, “Hiburkanlah umatKu…dan serukanlah kepadanya, bahwa perhambaannya udah berakhir/bahwa kesalahannya telah diampuni…
Kedua, Allah “menghibur” Yerusalem, berarti Ia menghilangkan dukacita, serta memberi suka cita sebagai gantinya (Yes 65:17; 66:10-11). TUHAN tahu menghibur karena Ia sendiri menderita, mana kal umatNya kena hukuman. TUHAN sendiri merasa kecewa, kesakitan dan terpukul. Dukacita akan diganti dengan sukacita, demikianlah nubuat-nubuat keselamatan kepada Yerusalem (Yes 51:3,18; 35:10; Zak 2:10).
Ketiga, Allah “menghibur” Yerusalem berarti juga bahwa Ia menggiatkan umatNya, sehingga dengan rela turut bekerja, supaya apa yang dijanjikanNya itu menjadi kenyataan “segera” di masa kini. Memang benarlah ahwa Allah telah membebaskan umatNya dari takut dan duka. FirmanNya telah menyelesaikan beban kesalahan di masa lampau yang selama ini menekan, dan telah menjamin keselamatan sempurna untuk masa-masa yang mendatang. Bersama Firman itu, Allah juga memberi tantangan dan motivasi, tugas, dan perintah untuk ditunaikan sekarang dalam menghadapi kekacauan masa kini (Yes 51:17; 52:1-2; 60:1).
Di samping itu firman penghiburan itu masih mencetuskan suatu semangat dan kegiatan yang lain. Berita penghiburan itu baru mencapai tujuannya, apabila umat pendengarnya digerakkan untuk berdisiplin.
Keempat, Allah menghibur untuk mengarahkan umatNya kepada hari penggenapan yang besar, di mana pemulihan itu akan menjadi kenyataan penuh. Keakanan itu belum lengkap sekarang, karenanya Allah menghibur umatNya sambil menegakkan hatinya sedemikian rupa, hingga mampulah mereka untuk menanti-nantikan hari penggenapan itu. Dikaruniakannya visi, ketahanan dan pengharapan. Allah sendiri dengan janjiNya berulang-ulang menghiburkan umatNya, sehingga beranilah mereka percya dan berharap dai hari ke hari dan maju selangkah demi selangkah di atas jalannya menuju kota yang dijanjikan itu.
Adapun alamat dari berita keselamatan itu bukanlah umat Kristen dari segala abad dan benua, melainkan warga Yerusalem yang asli, yakni umat Israel menurut daging. Itulah yang mula-mula menerima segala janji Allah. Umat Kristen di luar Yerusalem adalah umat yang dipanggil lebih kemudian, sehingga tidak selayaknya meninggikan diri terhadap mereka yang dipanggil terlebih dahulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar